Coblos Pilihan, Bukan Contreng pada Pilgub-Pilbup - www.inilahjabar.com
INILAH.COM, Sumedang - Memilih pasangan Bupati dan Wakil Bupati Sumedang serta Gubernur dan Wakil Gubernur Jabar pada Pilkada 24 Februari 2013 mendatang harus dicoblos, bukan dicontreng seperti pada Pemiu Legislatif 2009 lalu.
"Pesan tersebut akan semakin digencarkan pada saatnya nanti ketika mendekati waktu pemungutan suara," kata Usman Ruhiat Anggota KPU Sumedang Divisi Perencanaan, Logistik dan Keuangan usai melakukan Rapat Kerja Internal KPU, Jumat (27/7/2012).
KPU Sumedang akan terus menyosialisasikan pemilihan kepala daerah dengan dicoblos karena pada Pemilihan Legislatif dan Presiden lalu, memilih dilakukan dengan cara dicontreng. KPU khawatir masyarakat masih terbiasa dan hanya tahu soal dicontreng.
Diubahnya cara memilih dari mencoblos menjadi mencontreng pada Pileg lalu, disebabkan cara mencoblos tidak modern atau dikatakan tertinggal dibanding mencontreng.
“Itulah sebabnya Pileg 2009 lalu masyarakat memilih dengan cara mencontreng,” ujar Usman yang kini sudah mulai menyosialisasikan mencoblos kepada masyarakat pemilih baik dalam acara sosialisasi resmi maupun tidak.
Dia menjelaskan cara pemilihan tersebut bukan berarti berubah-ubah, melainkan sudah diatur dalam perundang-undangan. "Peraturan tentang pileg menginstruksikan cara memilih dengan cara dicontreng, tapi peraturan tentang pilbup yaitu Undang-undang No 15 tahun 2011, menginstruksikan pemilihan dilakukan dengan cara dicoblos," tandas Usman.[jul]
Cari Blog Ini
Sabtu, 28 Juli 2012
Selasa, 10 Juli 2012
Kentut Konon Bisa untuk Obat Hipertensi
Seringkali mengeluarkan kentut dianggap tabu, apalagi jika kentut dilakukan di sekitar banyak orang. Meskipun belum tentu kentut itu bau busuk, tetap saja orang yang mendengar suaranya akan menutup hidung mengantisipasi kemungkinan bau yang akan tercium. Tahukah Anda? Di samping kentut membuat rongga perut menjadi lega, ternyata kentut mungkin bisa dijadikan terapi bagi orang yang punya kecenderungan tekanan darah tinggi.
Dalam percobaan pada tikus, hewan pengerat tersebut yang punya kandungan gas lebih sedikit memiliki kecenderungan tekanan darah lebih tinggi. Begitu juga sebaliknya. Dari percobaan yang dilakukan di Johns Hopkins University itu, gas dalam perut tersusun salah satunya dari hidrogen sulfida yang memiliki andil dalam mengatur tekanan darah. Semakin tinggi kadarnya, maka tekanan darah ikut menurun.
Hidrogen sulfida dihasilkan di dua tempat dalam tubuh. Yaitu bakteri yang tinggal di dalam usus dan hasil reaksi enzim dalam pembuluh darah. Cara kerja gas beracun ini dalam menormalkan tekanan darah adalah dengan melemaskan enzim pembuluh darah. Inilah yang kemudian diduga kuat dapat menurunkan risiko tekanan darah tinggi.
Dikutip dari Media Indonesia, penelitian ini belum mencapai tahap final meskipun kemungkinan bisa dipakai sebagai terapi. Salah satu masalah yang mesti dikaji adalah soal dosis. Dengan perbedaan besaran tubuh manusia dan tikus, harus dipastikan dosis yang tepat jika akan dipakai sebagai terapi hipertensi. Selain itu, keberadaan gas di perut juga bisa membahayakan bagian tubuh yang lain.
“Mesti diketahui dosis yang efektif sebab tentunya ada perbedaan dalam ukuran tubuh antara manusia dan tikus,” kata Profesor Yao Yuyu dari Rumah Sakit Zhongda.
dari : http://sidomi.com/110456/kentut-konon-bisa-untuk-obat-hipertensi/
Makan Ikan Bisa Menurunkan Resiko Kanker, Lho
Ikan laut, memiliki manfaat yang sangat besar bagi tubuh manusia sebab dengan mengkonsumsi salah satu jenis seafood
tersebut dapat menghindarkan dari beberapa jenis penyakit. Kandungan
asam lemak omega 3, protein, dan mineral lainnya membuat ikan laut
menjadi salah satu hidangan yang paling sehat dikonsumsi manusia.
Berikut ini adalah beberapa macam penyakit yang dapat dikurangi resiko terjadinya jika Anda mengkonsumsi ikan laut secara teratur;
- Penyakit kardiovaskular. Asam lemak omega 3 pada ikan bermanfaat
bagi kesehatan jantung, pembuluh arteri dan pembuluh vena. Meningkatkan
kolesterol baik, dan mencegah terjadinya pembekuan darah. Jika jantung
dan arteri serta vena sehat, maka resiko penyakit jantung dan gagal
jantung otomatis berkurang.
- Menjauhkan obesitas. Minyak ikan memiliki kandungan DHA yang bisa
membuat perubahan pra sel-lemak menjadi sel lemak dihentikan. Hasilnya,
penumpukan lemak di tubuh manusia jadi berkurang, dan obesitas dapat
dihindarkan.
- Menurunkan resiko kanker. Zat ajaib pada ikan yang bermanfaat menurunkan resiko kanker payudara, kolon, dan prostat adalah asam lemak omega 3.
- Mencegah penyakit alzheimer. Omega 3 pun berkhasiat menyehatkan
otak, meningkatkan konsentrasi dan daya fokus, serta pada orang tua
bermanfaat untuk menjaga memori tetap stabil.
- Melawan peradangan. Makan ikan juga mampu mencegah peradangan pada
jaringan tubuh, dan juga pada darah dan pembuluhnya sebab minyak ikan
bersifat anti inflamasi. Penyakit yang disebabkan oleh peradangan antara
lain radang sendi, radang prostatis, radang kandung kemih.
- Mengurangi depresi. Salah satu contoh masyarakat yang kerap
mengkonsumsi ikan dan tingkat depresinya rendah adalah masyarakat
Jepang. Kandungan asam lemak omega 3 adalah rahasia dibalik berkurangnya
angka depresi tersebut.
Senin, 09 Juli 2012
Sabtu, 16 Juni 2012
Jangan Galau, Allah Bersama Kita!
Jangan Galau, Allah Bersama Kita!
Jangan
Galau, Allah Bersama Kita! Inilah 4 Ayat Anti Galau!
Zaman sekarang berbagai masalah makin
kompleks. Entah itu komplikasi dari masalah keluarga yang tak kunjung selesai,
masalah hutang yang belum terbayar, bingung karena ditinggal pergi oleh sang kekasih,
ataupun masalah-masalah lain. Semuanya bisa membuat jiwa seseorang jadi kosong,
lemah atau merana.
“Galau!!” merupakan sebuah kata-kata
yang sedang naik daun, di mana kata-kata itu menandakan seseorang tengah
dilanda rasa kegelisahan, kecemasan, serta kesedihan pada jiwanya. Tak hanya
laku di facebook atau twitter saja, bahkan di media televisi pun
orang-orang seakan-akan dicekoki dengan kata-kata “galau” tersebut.
Pada dasarnya, manusia adalah sesosok
makhluk yang paling sering dilanda kecemasan. Ketika seseorang dihadapkan pada
suatu masalah, sedangkan dirinya belum atau tidak siap dalam menghadapinya,
tentu jiwa dan pikirannya akan menjadi guncang dan perkara tersebut sudahlah
menjadi fitrah bagi setiap insan.
...Jangankan
kita manusia biasa, bahkan Rasulullah pun pernah mengalami keadaan keadaan
galau pada tahun ke-10 masa kenabiannya...
Jangankan kita sebagai manusia biasa,
bahkan Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam pun pernah
mengalami keadaan tersebut pada tahun ke-10 masa kenabiannya. Pada masa yang
masyhur dengan ‘amul huzni (tahun duka cita) itu, beliau ditinggal wafat
oleh pamannya, Abu Thalib, kemudian dua bulan disusul dengan wafatnya istri
yang sangat beliau sayangi, Khadijah bintu Khuwailid.
Sahabat Abu Bakar, ketika sedang perjalanan
hijrah bersama Rasulullah pun di saat berada di dalam gua Tsur merasa sangat
cemas dan khawatir dari kejaran kaum Musyrikin dalam perburuan mereka terhadap
Rasulullah. Hingga turunlah surat At-Taubah ayat 40 yang menjadi penenang
mereka berdua dari rasa kegalauan dan kesedihan yang berada pada jiwa dan
pikiran mereka.
Jangan Galau,
Innallaha Ma’ana!
Allah Ta’ala berfirman, “Janganlah
engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kami” (QS. At Taubah: 40)
Ayat di atas mungkin dapat menjadikan
kita agar lebih merenungi lagi terhadap setiap masalah apapun yang kita hadapi.
Dalam setiap persoalan yang tak kunjung terselesaikan, maka hadapkanlah semua
itu kepada Allah Ta’ala. Tak ada satupun manusia yang tak luput dari rasa
sedih, tinggal bagaimana kita menghadapi kesedihan dan kegalauan tersebut.
...Allah
telah memberikan solusi kepada manusia untuk mengatasi rasa galau yang sedang
menghampiri jiwa...
Adakalanya, seseorang berada pada
saat-saat yang menyenangkan, tetapi, ada pula kita akan berada pada posisi yang
tidak kita harapkan. Semua itu sudah menjdai takdir yang telah Allah Ta’ala
tetapkan untuk makhluk-makhluk Nya.
Tetapi, Allah Ta’ala juga telah
memberikan solusi-solusi kepada manusia tentang bagaimana cara mengatasi rasa
galau atau rasa sedih yang sedang menghampiri jiwa. Karena dengan stabilnya
jiwa, tentu setiap orang akan mampu bergerak dalam perkara-perkara positif,
sehingga dapat membuat langkah-langkahnya menjadi lebih bermanfaat, terutama
bagi dirinya lalu untuk orang lain.
Berikut ini adalah kunci dalam
mengatasi rasa galau;
1. Sabar
Hal pertama yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad ketika menghadapi cobaan yang tiada henti adalah dengan meneguhkan
jiwa dalam bingkai kesabaran. Karena dengan kesabaran itulah seseorang akan
lebih bisa menghadapi setiap masalah berat yang mendatanginya.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya
Allah bersama orang-orang yang sabar” (Qs. Al-Baqarah 153).
Selain menenangkan jiwa, sabar juga
dapat menstabilkan kacaunya akal pikiran akibat beratnya beban yang dihadapi.
2. Adukanlah semua
itu kepada Allah
Ketika seseorang menghadapi persoalan
yang sangat berat, maka sudah pasti akan mencari sesuatu yang dapat dijadikan
tempat mengadu dan mencurahkan isi hati yang telah menjadi beban baginya selama
ini. Allah sudah mengingatkan hamba-Nya di dalam ayat yang dibaca setiap muslim
minimal 17 kali dalam sehari:
“Hanya kepada-Mulah
kami menyembah, dan hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan”
(QS. Al Fatihah 5).
...ketika
keluhan itu diadukan kepada Sang Maha Pencipta, maka akan meringankan beban
berat yang kita derita...
Mengingat bahwa manusia adalah makhluk
yang banyak sekali dalam mengeluh, tentu ketika keluhan itu diadukan kepada
Sang Maha Pencipta, maka semua itu akan meringankan beban berat yang selama ini
kita derita.
Rasulullah shalallahi alaihi
wasallam ketika menghadapi berbagai persoalan pun, maka hal yang akan
beliau lakukan adalah mengadu ujian tersebut kepada Allah Ta’ala. Karena hanya
Allah lah tempat bergantung bagi setiap makhluk.
3. Positive thinking
Positive thinking
atau berpikir positif, perkara tersebut sangatlah membantu manusia dalam
mengatasi rasa galau yang sedang menghinggapinya. Karena dengan berpikir
positif, maka segala bentuk-bentuk kesukaran dan beban yang ada pada dalam diri
menjadi terobati karena adanya sikap bahwa segala yang kesusahan-kesusahan yang
dihadapi, pastilah mempunyai jalan yang lebih baik yang sudah ditetapkan oleh
Allah Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya;
“Karena Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan” (Qs Al-Insyirah 5-6).
4. Dzikrullah
(Mengingat Allah)
Orang yang senantiasa mengingat Allah
Ta’ala dalam segala hal yang dikerjakan. Tentunya akan menjadikan nilai positif
bagi dirinya, terutama dalam jiwanya. Karena dengan mengingat Allah segala
persoalan yang dihadapi, maka jiwa akan menghadapinya lebih tenang. Sehingga
rasa galau yang ada dalam diri bisa perlahan-perlahan dihilangkan. Dan sudah
merupakan janji Allah Ta’ala, bagi siapa saja yang mengingatnya, maka didalam
hatinya pastilah terisi dengan ketenteraman-ketenteraman yang tidak bisa
didapatkan melainkan hanya dengan mengingat-Nya.
...Bersabar,
berpikir positif, ingat Allah dan mengadukan semua persoalan kepada-Nya adalah
solusi segala persoalan...
Sebagaimana firman-Nya:
“Orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram”
(Qs Ar-Ra’du 28).
Berbeda dengan orang-orang yang lalai
kepada Allah, yang di mana jiwa-jiwa mereka hanya terisi dengan rasa
kegelisahan, galau, serta kecemasan semata. Tanpa ada sama sekali yang bisa
menenangkan jiwa-Nya.
Tentunya, sesudah mengetahui tentang
faktor-faktor yang dapat mengatasi persoalan galau, maka jadilah orang yang
selalu dekat kepada Allah Ta’ala. Bersabar, berpikir positif, mengingat Allah,
serta mengadukan semua persoalan kepada-Nya merupakan kunci dari segala
persoalan yang sedang dihadapi. Maka dari itu, Janganlah galau, karena
sesungguhnya Allah bersama kita.
Kamis, 22 Maret 2012
dari resensi - Klik Galamedia
Pramoedya Ananta Toer Luruh dalam Ideologi
Telaah atas Migrasi Ideologi Pramoedya
SEMULA Pramoedya murni menerjunkan dirinya sebagai seorang sastrawan. Namun, belakangan ia berganti haluan dan menjerumuskan dirinya dalam-dalam ke dunia politik yang menelan "bayaran mahal" dalam hidupnya. Sebuah pertanyaan yang dimuat pada bagian akhir buku tersebut berbunyi, "Bagaimanakah dan sejak kapan serta lantaran apakah sastrawan terkemuka Pramoedya Ananta Toer menjadi 'kiri', menggabungkan kerja-kerja sastra dengan politik?"
Savitri Scherer, salah seorang kontributor Kompas di luar negeri, menjawab pertanyaan itu dengan serangkaian penelitian yang ia rangkum dalam sebuah disertasi program Ph.D. yang ia jalani di Australian National University tahun 1981. Judul disertasi tersebut yaitu From Culture to Politic: The Writings of Pramoedya A. Toer, 1960-1965. Disertasi tersebut kemudian diseleksi kembali dan dicetak dalam bentuk buku yang berjudul Pramoedya Ananta Toer Luruh dalam Ideologi.
Buku Scherer tersebut tidak ubahnya seperti sebuah biografi singkat atas pengarang kelas wahid yang pernah dimiliki oleh negeri ini. Sosok pengarang yang statusnya masih terombang-ambing sebagai salah seorang anggota keluarga ibu pertiwi. Di satu sisi, dalam pandangan penguasa, ia dianggap sebagai "residivis" laten yang gemar menyuarakan kritiknya yang tajam tetapi teramat halus melalui karya sastranya yang gemilang. Di sisi lain, karya-karya Pramoedya yang notabene melawan mainstream dipuja setinggi langit, bahkan diganjar serangkaian penghargaan.
Scherer membuka bagian awal tulisannya tersebut dengan sebuah pernyataan yang memastikan bahwa Pramoedya adalah tokoh nonpolitik ketika ia memulai karirnya (hlm. 1). Selanjutnya, Scherer mendapati bahwa tema-tema yang ditampilkan dalam karyanya berubah meskipun masih mempertahankan kekhasannya dahulu. Untuk itu, Scherer melakukan serangkaian penelitian secara kronologis.
Sebagai tahapan awal, Scherer mengungkapkan secara ringkas sejarah kehidupan Pramoedya pada masa lalu (hlm 20). Ia terlahir dari keluarga priyayi dan pejabat terpandang di Blora. Sayang, faktor ekonomi yang suram menimbulkan dampak buruk pada keluarganya. Pramoedya harus menjadi tulang punggung bagi keluarganya, sementara kedua orangtuanya mengalami kondisi tragis karena hal itu. Faktor ekonomi pula yang mengandaskan perkawinan pertama sang pengarang dengan istri pertamanya, Arfah Ilyas. Selanjutnya, Pramoedya sempat malang-melintang di dunia militer, perkuliahan, dan dunia kurungan. Pengalamannya tersebut dijadikan Pramoedya sebagai bekal kekayaan kisah-kisah yang ia tulis kelak.
Pascapernikahannya yang kedua dengan Maimunah Thamrin, Pramoedya sempat melawat ke negeri Cina. Di negeri itu ia sangat mengagumi sistem yang dijalankan pemerintah setempat yang menjamin kehidupan para penulis, meskipun ia lupa bahwa penulis di negeri tirai bambu dikebiri kebebasan berekspresi mereka. Scherer mendapati bahwa setelah itu, ditambah dengan perseteruannya dengan kelompok "Gelangggang" (tempatnya bernaung sebagai asuhan H.B. Jassin dulu), Pramoedya disunting oleh Lekra.
Upaya ganti haluan itulah yang harus dibayar mahal oleh seorang Pramoedya. Berkali-kali ia harus keluar masuk kawasan hotel prodeo, pengekangan, dan penghancuran buah karyanya yang dianggap berbahaya. Scherer juga menyampaikan bahwa apa yang ditulis dalam buah karya Pramoedya merupakan refleksi subjektivitas dan kritisisme sang pengarang. Beberapa buah karya tidak luput dari pembedahan yang dilakukan oleh Scherer, antara lain, cerpen "Sunyi Senyap Disiang Hidup", "Gadis Pantai", dan "Bumi Manusia". Dari beberapa karyanya yang menjadi objek pembedahan Scherer, nyata bahwa buah karya tersebut menyuarakan dukungannya pada golongan kiri, kekecewaan pada sang penguasa, protes atas ketidakdilan dan konflik kelas, serta kebenciannya pada feodalisme.
Buku "Pramoedya Ananta Toer Luruh dalam Ideologi" tersebut merupakan sarana pemahaman bagi pembaca untuk menelusuri alasan dan akibat yang dijalani oleh Pramoedya atas pilihan hidupnya. Meskipun diberangus kebebasan maupun buah karyanya berkali-kali oleh pihak penguasa, Pramoedya tidak menjadikan hal itu sebagai pisau pemotong semangat hidup dan kreativitasnya. Sebaliknya, satu hal yang perlu dicontoh, Pramoedya menjadikan masa sulitnya itu sebagai bank modal dan bank data yang kelak dapat ia tuangkan dalam buah karyanya yang kaya.
Apa pun sepak terjang yang dilakoni oleh seorang sastrawan sekaliber Pramoedya Ananta Toer, ada beberapa poin, yang dicatat Scherer, yang patut kita terapkan dari sang pengarang --terutama bagi para penulis-- dalam berkarya. Poin-poin tersebut adalah sebagai berikut: (1) karya sastra yang baik adalah yang pada intinya universal atau dapat diapresiasi oleh pembaca dari seluruh dunia (hlm. 57); (2) seorang penulis harus mengintegrasikan nuraninya kepada pembaca (hlm. 57); (3) Pramoedya melihat bahwa karya sastra kini lebih berfungsi sebagai pengubah persepsi masyarakat tentang keadaan mereka, serta membantu mereka menemukan solusi melawan ketidakadilan (hlm. 61); (4) novel adalah bentuk ideal untuk mengungkapkan aspek-aspek revolusioner mengenai kontradiksi dalam masyarakat dengan catatan si penulis harus mampu mengingat dan mengintegrasikan situasi, posisi, dan kondisi pada masyarakat yang lebih luas (hlm. 133); dan (5) penulis adalah bagian dari subjeknya, tetapi memiliki kebebasan untuk mengarahkan dan mengendalikan tema serta alur cerita (hlm. 133).
Savitri Scherer, salah seorang kontributor Kompas di luar negeri, menjawab pertanyaan itu dengan serangkaian penelitian yang ia rangkum dalam sebuah disertasi program Ph.D. yang ia jalani di Australian National University tahun 1981. Judul disertasi tersebut yaitu From Culture to Politic: The Writings of Pramoedya A. Toer, 1960-1965. Disertasi tersebut kemudian diseleksi kembali dan dicetak dalam bentuk buku yang berjudul Pramoedya Ananta Toer Luruh dalam Ideologi.
Buku Scherer tersebut tidak ubahnya seperti sebuah biografi singkat atas pengarang kelas wahid yang pernah dimiliki oleh negeri ini. Sosok pengarang yang statusnya masih terombang-ambing sebagai salah seorang anggota keluarga ibu pertiwi. Di satu sisi, dalam pandangan penguasa, ia dianggap sebagai "residivis" laten yang gemar menyuarakan kritiknya yang tajam tetapi teramat halus melalui karya sastranya yang gemilang. Di sisi lain, karya-karya Pramoedya yang notabene melawan mainstream dipuja setinggi langit, bahkan diganjar serangkaian penghargaan.
Scherer membuka bagian awal tulisannya tersebut dengan sebuah pernyataan yang memastikan bahwa Pramoedya adalah tokoh nonpolitik ketika ia memulai karirnya (hlm. 1). Selanjutnya, Scherer mendapati bahwa tema-tema yang ditampilkan dalam karyanya berubah meskipun masih mempertahankan kekhasannya dahulu. Untuk itu, Scherer melakukan serangkaian penelitian secara kronologis.
Sebagai tahapan awal, Scherer mengungkapkan secara ringkas sejarah kehidupan Pramoedya pada masa lalu (hlm 20). Ia terlahir dari keluarga priyayi dan pejabat terpandang di Blora. Sayang, faktor ekonomi yang suram menimbulkan dampak buruk pada keluarganya. Pramoedya harus menjadi tulang punggung bagi keluarganya, sementara kedua orangtuanya mengalami kondisi tragis karena hal itu. Faktor ekonomi pula yang mengandaskan perkawinan pertama sang pengarang dengan istri pertamanya, Arfah Ilyas. Selanjutnya, Pramoedya sempat malang-melintang di dunia militer, perkuliahan, dan dunia kurungan. Pengalamannya tersebut dijadikan Pramoedya sebagai bekal kekayaan kisah-kisah yang ia tulis kelak.
Pascapernikahannya yang kedua dengan Maimunah Thamrin, Pramoedya sempat melawat ke negeri Cina. Di negeri itu ia sangat mengagumi sistem yang dijalankan pemerintah setempat yang menjamin kehidupan para penulis, meskipun ia lupa bahwa penulis di negeri tirai bambu dikebiri kebebasan berekspresi mereka. Scherer mendapati bahwa setelah itu, ditambah dengan perseteruannya dengan kelompok "Gelangggang" (tempatnya bernaung sebagai asuhan H.B. Jassin dulu), Pramoedya disunting oleh Lekra.
Upaya ganti haluan itulah yang harus dibayar mahal oleh seorang Pramoedya. Berkali-kali ia harus keluar masuk kawasan hotel prodeo, pengekangan, dan penghancuran buah karyanya yang dianggap berbahaya. Scherer juga menyampaikan bahwa apa yang ditulis dalam buah karya Pramoedya merupakan refleksi subjektivitas dan kritisisme sang pengarang. Beberapa buah karya tidak luput dari pembedahan yang dilakukan oleh Scherer, antara lain, cerpen "Sunyi Senyap Disiang Hidup", "Gadis Pantai", dan "Bumi Manusia". Dari beberapa karyanya yang menjadi objek pembedahan Scherer, nyata bahwa buah karya tersebut menyuarakan dukungannya pada golongan kiri, kekecewaan pada sang penguasa, protes atas ketidakdilan dan konflik kelas, serta kebenciannya pada feodalisme.
Buku "Pramoedya Ananta Toer Luruh dalam Ideologi" tersebut merupakan sarana pemahaman bagi pembaca untuk menelusuri alasan dan akibat yang dijalani oleh Pramoedya atas pilihan hidupnya. Meskipun diberangus kebebasan maupun buah karyanya berkali-kali oleh pihak penguasa, Pramoedya tidak menjadikan hal itu sebagai pisau pemotong semangat hidup dan kreativitasnya. Sebaliknya, satu hal yang perlu dicontoh, Pramoedya menjadikan masa sulitnya itu sebagai bank modal dan bank data yang kelak dapat ia tuangkan dalam buah karyanya yang kaya.
Apa pun sepak terjang yang dilakoni oleh seorang sastrawan sekaliber Pramoedya Ananta Toer, ada beberapa poin, yang dicatat Scherer, yang patut kita terapkan dari sang pengarang --terutama bagi para penulis-- dalam berkarya. Poin-poin tersebut adalah sebagai berikut: (1) karya sastra yang baik adalah yang pada intinya universal atau dapat diapresiasi oleh pembaca dari seluruh dunia (hlm. 57); (2) seorang penulis harus mengintegrasikan nuraninya kepada pembaca (hlm. 57); (3) Pramoedya melihat bahwa karya sastra kini lebih berfungsi sebagai pengubah persepsi masyarakat tentang keadaan mereka, serta membantu mereka menemukan solusi melawan ketidakadilan (hlm. 61); (4) novel adalah bentuk ideal untuk mengungkapkan aspek-aspek revolusioner mengenai kontradiksi dalam masyarakat dengan catatan si penulis harus mampu mengingat dan mengintegrasikan situasi, posisi, dan kondisi pada masyarakat yang lebih luas (hlm. 133); dan (5) penulis adalah bagian dari subjeknya, tetapi memiliki kebebasan untuk mengarahkan dan mengendalikan tema serta alur cerita (hlm. 133).
(Resti Nurfaidah, Staf Teknis Balai Bahasa Bandung)**
Sabtu, 17 Maret 2012
Sabtu, 10 Maret 2012
Langganan:
Postingan (Atom)