Cari Blog Ini

Sabtu, 20 April 2013

Pantau Pendanaan Partai, TII: Gerindra dan PAN Sudah Transparan

Liputan6.com, Jakarta : Transparency International Indonesia (TII) bekerja sama dengan Komisi Informasi Pusat mengembangkan instrumen yang dapat mengukur tingkat transparansi pendanaan partai politik melalui sebuah survei. Ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 junto Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Karena itu TII melaksanakan survei mengenai tingkat transparansi dan keterbukaan parpol yang dilakukan sejak Juni 2012 hingga April 2013. Dari 9 parpol penghuni Senayan saat ini, hanya ada 2 yang sudah tidak menggunakan istilah "hamba Allah" dalam penempatan identitas penyumbang partai politik, yakni Partai Gerindra dan PAN (Partai Amanat Nasional).

"Kita nanti bisa cek bersama bagaimana PAN dan Gerindra melakukan publikasi identitas penyumbangnya. Dan kita bisa lihat hamba Allah mulai tidak ada. Jadi nama dan jumlahnya cukup jelas. Dan sampai saat ini baru partai Gerindra dan PAN," kata Peneliti Senior TII Putut Aryo Saputro di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Selasa (16/4/2013).

Lebih lanjut Putut menjelaskan, selain Gerindra dan PAN, nama PDIP dinilai juga cukup transparan dan kooperatif dalam penetapan jumlah penyumbang dana maupun barang dan jasa partai politik. Tapi PDIP belum seperti PAN dan Gerindra.

"PDIP belum ada. 2 Partai tadi yaitu Gerindra dan PAN sudah menuliskan identitasnya, yang kita cek itu rata-rata identitas penyumbang adalah anggota legislatifnya. Makanya skornya sangat tinggi. Kita dorong buka identitas penyumbang, dan pembelanjaannya," ungkap Putut.

Sedangkan partai-partai lain, seperti PKB, Hanura dan PPP dinilai cukup transparan. Namun, partai-partai besar seperti Golkar, PKS dan Partai Demokrat dinilai tidak transparan dalam mencantumkan identitas penyumbang dana partainya. "Karena sudah mulai tidak ada. Maka kita dorong identitas tersebut terpublikasi," imbuh Putut.

Menurut Putut survei ini tahapannya masih dalam koridor transparansi. "Yang penting transparan dulu, akuntabilitas itu. Kecurigaan nama tidak jelas itu tahapan selanjutnya. Kalau kita lihat partai yang menyumbang adalah anggota DPR," tukasnya.(Ais)

PAN Kurangi Subyektivitas dalam Tentukan Caleg


INILAH.COM, Jakarta – Ribuan kader Partai Amanat Nasional (PAN) mendaftarkan diri untuk menjadi calon anggota legislatif di tingkat DPR-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota.
Hingga hari ini sudah lebih dari 1000 kader PAN dan tokoh masyarakat yang mendaftarkan diri menjadi Caleg DPR RI, ada ribuan yang mendaftar menjadi caleg DPRD Provinsi, bahkan untuk caleg DPRD Kab/Kota angkanya lebih dari 10.000.

Ketua Umum PAN Hatta Rajasa menyatakan banyaknya kader yang berminat itu membuat DPP PAN kesulitan menentukan figur yang masuk dalam Daftar Calon Sementara (DCS). Karena itu, untuk menjaring calon yang tepat, PAN selayaknya mengesampingkan unsur subyektivitas.
“Mereka semua punya kualitas, apa lagi banyak di antaranya yang tokoh masyarakat serta kader dari PBR, PDP, PDS dan Barnas yang kualitasnya tidak perlu diragukan, sehingga perlu ada metode yang menekan subjektivitas dalam penentuan DCS. Subjektivitas pasti ada, tapi harus ditekan seminimal mungkin” kata Hatta Dalam Rapat Koordinasi DPP PAN dan DPW PAN se-Indonesia di Jakarta, (11/4/2013) malam.

Dalam laporan yang disampaikan, setiap DPW memiliki cara berbeda dalam menyelesaikan permasalahan DCS. Yang paling menarik adalah cara yang dilakukan oleh beberapa DPW PAN yang menentukan DCS di Provinsi dan KabKkota dengan musyawarah antar Dapil. Sehingga dari para calon itulahmuncul nama-nama yang masuk ke dalam DCS.
Cara itu dianggap bisa meminimalisir tingkat konflik menjelang penyerahan data ke KPU. Bahkan ada DPW PAN yang menggunakan surveyor independen untuk menguji elektabilitas dari bakal calon legislatif.

Hatta mengingatkan kader yang tidak masuk DCS harus tetap diakomodir. Untuk mewujudkannya, PAN akan menggelar pertemuan khusus dengan ketua-ketua DPW.
“Mereka harus memiliki wadah untuk mengembangkan karier politiknya. Aset terbesar kita adalah kader, kader partai adalah kader bangsa, karena apapun partainya dia akan menjadi kader bangsa ketika menjadi anggota legislatif, eksekutif serta beraktivitas apapun di tengah rakyat,” tegas Hatta. [tjs]