Cari Blog Ini

Selasa, 10 Desember 2013

Ini Syarat Capres Versi Amien Rais

Metrotvnews.com, Medan: Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais mengimbau kader Muhammadiyah Kota Medan, Sumatra Utara, untuk memilih calon anggota legislatif (caleg) yang memberi sumbangsih buat Muhammadiyah.

"Selain itu, caleg yang berkepribadian jujur dan bersih serta mempunyai komitmen untuk memerangi korupsi," kata Amien dalam Milad ke 104 Hijriyah Muhammadiyah Kota Medan, Minggu (8/12). 


Kriteria itu, menurut Amien, dapat dijadikan juga sebagai syarat calon presiden (capres) yang layak dipilih oleh warga Muhammadiyah seluruh Indonesia pada Pemilu Presiden dan Wapres (Pilpres) 2014.

Amien menegaskan, suara Muhammadiyah sangat diperhitungkan oleh partai-partai politik. Sehingga, seharusnya disalurkan dengan benar dengan memilih pemimpin yang berkomitmen memberantas korupsi yang sudah menjadi penyakit pejabat bangsa ini.

Mantan Ketua Umum DPP PAN itu juga mengimbau agar kader Muhammadiyah juga memilih capres yang memiliki keseriusan untuk memajukan ekonomi dengan melepaskan kepentingan pihak asing yang sudah mendominasi seluruh sektor mulai dari perbankan, pertambangan dan energi, perkebunan, hingga pertanian.

Amien yang pernah menjadi Ketua MPR itu juga mengharapkan agar capres berani menegakkan pasal 33 UUD 1945 dengan berani melepaskan cengkeraman pihak asing di Indonesia.

Editor: Henri Salomo Siagian

Sabtu, 30 November 2013

PAN minta pengawasan kampanye di media massa lebih dioptimalkan

LENSAINDONESIA.COM: Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi, mendorong lembaga-lembaga penyelenggara dan pengawas Pemilihan Umum (Pemilu), seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menegakkan peraturan kampanye yang telah ditetapkan.
Pihaknya menyoroti menilai iklan kampanye para tokoh yang kerap dilakukan oleh Partai Politik (Parpol) melalui media massa.
Viva Yoga menilai kampanye yang dilakukan dengan dalih iklan layanan masyarakat kini kerap terjadi, dan makin sulit dikendalikan, seiring dengan pemilik modal yang juga sebagai pemilik stasiun televisi. Hal ini, pengawas harus dapat menciptakan suasana keadilan untuk peserta pemilu, lantaran tidak semua Parpol memiliki media.
“Tidak ada yang melarang untuk berkampanye. Tetapi, jangan sampai ada kepentingan subyektif melalui media sehingga dapat mempengaruhi persepsi publik dan cenderung tidak adil,” ujar Viva, dalam diskusi yang bertajuk “Gurita Kampanye Elektronik, Parpol Makin Bengis, Penyelanggara Pemilu Meringis’ di Media Center Bawaslu, Lantai 12, Gedung Sarinah, Jakarta, Jumat, 29 November 2013.
Menurut Viva, KPU, Bawaslu, dan KPI, harus bersinergi untuk menegakkan peraturan KPI dan peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013, tentang
kampanye.
“Aturan perundang-undangan (Peraturan KPI dan peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013) yang sudah ada harus diterapkan dengan benar,” ungkapnya.
Viva pun menyinggung terkait Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang telah menjadi kesepakatan ketiga pihak, belum diimplementasikan secara maksimal. Maka, lanjutnya, pihak ini harus lebih memaksilakan koordinasi lebih baik.
Selain itu Viva menambahkan, KPU, Bawaslu, dan KPI harus memberikan definisi-definisi yang pasti terhadap pelanggaran kampanye, yang disebutnya “curi start.”
“KPU, KPI dan Bawaslu harus lebih tegas terkait pengkategorian bentuk iklan yang berbau curi start kampanye, agar tercipta rasa kenyamanan dan bentuk keadilan terhadap peserta pemilu, tukasnya. @yudisstira

Selasa, 26 November 2013

Gagal Ikut Pemilu, PMB Bergabung dengan PAN

Metrotvnews.com, Surabaya: Partai Matahari Bangsa (PMB) akhirnya bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN) yang sama-sama berbasis warga Muhammadiyah untuk menyongsong Pemilu 2014.

"Sebagai implementasi dukungan itu, kami membentuk organisasi kemasyarakatan bernama Laskar Barisan Amanat Nasional (Laksamana)," kata Ketua Tim Koalisi PMB-PAN Syafrudin Budiman di Surabaya, Senin (25/11).

Ketua PW PMB Jawa Timur yang juga calon anggota legislatif (caleg) PAN untuk DPR RI daerah pemilihan I Jatim (nomer 7) itu menjelaskan Laksamana dibentuk di Jakarta pada 24 November 2013 untuk mempermudah meraih dukungan masyarakat.

"Bukti koalisi itu diwujudkan dengan menampilkan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) sebagai caleg unggulan di DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di seluruh Indonesia," katanya.

Selain dirinya, caleg yang sudah masuk DCT PAN antara lain Delmenita (Ketua Bapilu PP PMB) untuk caleg Sumatra III nomer urut 9, H Ahmad Bukhari (Ketua PW PMB Sulawesi Utara) untuk caleg Sulawesi Utara nomer urut 5, dan Moh Noval Dunggio (Ketua PP PMB) untuk caleg Gorontalo nomer urut 3.

"PMB saat ini sudah pasti tidak bisa ikut Pemilu 2014, karena itu kami sepakat untuk menitipkan aspirasi pendukung kepada 'saudara tua' PAN, buktinya banyak kader PMB yang kini menjadi caleg di DPR RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota," ujarnya.

Menurut dia, PMB melalui Imam Addaruqutni (Ketua Umum PP PMB) dan Djoni Gunanto (Sekjen PMB) telah mengeluarkan surat koalisi dukungan dengan membentuk Tim Koalisi PMB dengan PAN.

"Tugas utama tim tersebut mengonsolidasikan struktur organisasi PMB se-Indonesia untuk pemenangan PAN dan Hatta Rajasa untuk calon presiden 2014," katanya. (Antara)

Editor: Henri Salomo Siagian

Gagal Ikut Pemilu, PMB Bergabung dengan PAN

Metrotvnews.com, Surabaya: Partai Matahari Bangsa (PMB) akhirnya bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN) yang sama-sama berbasis warga Muhammadiyah untuk menyongsong Pemilu 2014.

"Sebagai implementasi dukungan itu, kami membentuk organisasi kemasyarakatan bernama Laskar Barisan Amanat Nasional (Laksamana)," kata Ketua Tim Koalisi PMB-PAN Syafrudin Budiman di Surabaya, Senin (25/11).

Ketua PW PMB Jawa Timur yang juga calon anggota legislatif (caleg) PAN untuk DPR RI daerah pemilihan I Jatim (nomer 7) itu menjelaskan Laksamana dibentuk di Jakarta pada 24 November 2013 untuk mempermudah meraih dukungan masyarakat.

"Bukti koalisi itu diwujudkan dengan menampilkan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) sebagai caleg unggulan di DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di seluruh Indonesia," katanya.

Selain dirinya, caleg yang sudah masuk DCT PAN antara lain Delmenita (Ketua Bapilu PP PMB) untuk caleg Sumatra III nomer urut 9, H Ahmad Bukhari (Ketua PW PMB Sulawesi Utara) untuk caleg Sulawesi Utara nomer urut 5, dan Moh Noval Dunggio (Ketua PP PMB) untuk caleg Gorontalo nomer urut 3.

"PMB saat ini sudah pasti tidak bisa ikut Pemilu 2014, karena itu kami sepakat untuk menitipkan aspirasi pendukung kepada 'saudara tua' PAN, buktinya banyak kader PMB yang kini menjadi caleg di DPR RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota," ujarnya.

Menurut dia, PMB melalui Imam Addaruqutni (Ketua Umum PP PMB) dan Djoni Gunanto (Sekjen PMB) telah mengeluarkan surat koalisi dukungan dengan membentuk Tim Koalisi PMB dengan PAN.

"Tugas utama tim tersebut mengonsolidasikan struktur organisasi PMB se-Indonesia untuk pemenangan PAN dan Hatta Rajasa untuk calon presiden 2014," katanya. (Antara)

Editor: Henri Salomo Siagian

Minggu, 24 November 2013

Dradjad Wibowo Sarankan Wapres Boediono Non Aktif

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi yang juga Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad Wibowo mengungkapkan, sesuai dengan UU Bank Indonesia (BI), Wapres Boediono sebagai Gubernur BI adalah penanggungjawab utama terhadap kebijakan FPJP Bank Century.
Dradjad menegaskan argumen bahwa keputusan tersebut kolektif kolegial tidak tepat sama sekali.
Dijelaskan, Pasal 1 butir 2 UU BI menyebutkan Gubernur adalah pemimpin dan anggota Dewan Gubernur.
Pasal 9 ayat 2 melarang pihak manapun campur tangan terhadap kebijakan BI. Presiden pun dilarang.
Bahkan, urai Dradjad, ada ancaman pidana jika campur tangan terhadap kebijakan BI. Pasal 43 ayat 3 menyebutkan keputusan rapat Dewan Gubernur dilakukan atas dasar musyawarah untuk mufakat. Tapi jika mufakat tidak tercapai, keputusan ada di tangan Gubernur.
"Jadi ekstremnya, seandainya semua staf BI dan semua anggota Dewan Gubernur (kecuali Gubernur) menandatangani usulan agar satu bank diberi FPJP, tapi Gubernur menolak, maka kepuitusan resmi BI adalah menolak FPJP. Dan seandainya Presiden bersama-sama Ketua DPR memaksa Gubernur BI memberikan FPJP, itupun tidak laku. Keputusan mutlak di tangan Gubernur," kata Dradjad, Sabtu (23/11/2013).
Karena itu, Dradjad menyarankan, KPK seharusnya memfokuskan penyidikan kasus FPJP Bank Century ini kepada Gubernur BI Boediono. Ia kemudian menegaskan, posisi sebegai Wapres terbukti sudah mengganggu penegakan hukum oleh KPK.
Wapres sendiri, imbuh Dradjad mengakui misalnya, tidak ingin mengganggu penegakan hukum karena adanya protokoler kewapresan.
"Selain FPJP, masih ada rapat KSSK, di mana pejabat-pejabat BI aktif memperjuangkan bailout bank Century. Jadi banyak sekali keterangan yang harus digali dari Gubernur BI, Boediono(saat itu). Karena itu, hemat saya akan lebih terhormat jika Wapres Boediono mengundurkan diri, atau minimal non aktif," imbau Dradjad.
"Jadi, baik KPK maupun pak Boediono bisa sama-sama fokus, tidak ada gangguan seperti protokoler kewapresan dan lain sebagainya," kata Dradjad Wibowo.

Rabu, 20 November 2013

Hatta : PAN Jangan Hanya Berkomunikasi dengan Partai Islam Saja

VIVAnews - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Hatta Rajasa, menegaskan partainya tak mau berkomunikasi hanya terbatas pada partai Islam saja. Sebab, menurutnya, komunikasi politik harus dilakukan dengan semua partai.

"Kalau koalisi itu, saya mengistilahkan komunikasi politik. Komunikasi politik itu harus kita kembangkan ke segala arah jangan kita terjebak kepada partai Islam, partai non Islam atau nasional," kata Hatta di Gedung DPR, Selasa 19 November 2013.

Sementara saat ini, kata Hatta, dia dan partainya tengah menjalin komunikasi yang intens dengan semua partai politik. Namun, Hatta enggan mengungkapkan partai mana saja yang sudah melakukan komunikasi politik untuk mempersiapkan Pemilu 2014 mendatang. "Ya, semua," kata dia.

PAN memang sudah menolak ajakan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk membentuk kekuatan politik partai Islam. Ketua Badan Pemenangan Pemilu PAN Viva Yoga Mauladi, mengatakan partainya adalah partai nasionalis. 

“Kami bukan partai Islam,” tegas Yoga.

PAN tak mau berkompromi soal capres karena berdasarkan Rapat Kerja Nasional tahun 2011 mereka sudah bulat mengusung Ketua Umum PAN Hatta Rajasa sebagai capres. “Tidak ada calon alternatif. Kami tetap usung Pak Hatta,” kata dia.

Sebelumnya, Wasekjen PPP Arwani Thomafi mengatakan partainya ingin mengajak PAN, PKS, PKB, dan PBB untuk bergabung membentuk kekuatan politik baru guna menyeimbangkan poros partai-partai besar PDIP, Golkar, dan Demokrat.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat PPP Dimyati Natakusumah menyatakan, wacana poros tengah dilontarkan untuk menyatukan partai-partai Islam yang terpecah. “Sebenarnya kan partai-partai islam itu pecahan dari PPP. Jadi kami cuma ajak mereka kembali ke rumah besar umat Islam saja,” kata dia. (eh)

Selasa, 12 November 2013

Hatta: Ngomong Politik Saya Anggap Korupsi

INILAH.COM, Jakarta - Kadang politisi yang juga menjadi pejabat publik, susah memposisikan dirinya dimana sebagai politisi partai tertentu dan dimana sebagai pejabat publik.

Banyak pejabat publik yang dalam melaksanakan tugasnya, juga berbicara masalah politik partainya. Tidak sedikit pejabat publik saat menjalankan tugas kenegaraan, juga berbicara masalah kepartaian dia.

Namun berbeda dengan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa. Hatta selain sebagai Menteri, juga sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN).
Tentu terkadang sulit untuk membedakan mana saat Hatta jadi Menteri dan mana saat Hatta jadi Ketua Umum PAN. Namun, saat itulah Hatta tidak mau mencampuri saat dia menjadi Menteri dan saat dia menjadi Ketua Umum PAN.

"Jangan ajak saya ngomong politik. Kalau ngomong politik nanti Sabtu Minggu saja," kata Hatta saat disinggung pencapresan PAN, di Kantor Kepresidenan Jakarta, Senin (11/11/2013).
Hampir tidak pernah Hatta berbicara soal politik ansih saat dia menjalankan tugas sebagai Menteri. Misalnya saat diwawancara soal perekonomian Hatta panjang lebar menjelaskannya. Tapi di tengah jalan ditanya juga soal politik, Hatta biasanya memilih bergegas dan menghindar.

"Kalau saat saya jadi Menko saya ngomong politik, saya anggap korupsi," jelas Hatta.

Bagi Hatta, hari Sabtu dan Minggu, adalah hari-hari dia bisa mengurusi PAN dan tentu berbicara soal politik. Bahkan, Tjatur Sapto Edy, salah satu fungsionaris di DPP PAN sempat berujar bahwa Hatta kalau Sabtu-Minggu adalah jadwal dia memperhatikan PAN. [gus]

Minggu, 20 Oktober 2013

PEMILU 2014 dan Stigma Partai politik Korup


SEJUMLAH kader partai politik terbukti terlibat kasus korupsi. Dalam catatan saya, kasus korupsi yang dilakukan kader partai politik dan menjadi stigma di masyarakat antara lain adalah kader partai Demokrat dengan kasus pembangunan sarana olahraga di Hambalang Bogor dan kasus pembangunan Wisma Atlet di Palembang.
Kasus ini melibatkan mantan Ketua Umum PD Anas Urbaningrum (tersangka dan belum ditahan). Mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng yang juga mantan anggota Dewan Pembina PD (tersangka dan ditahan). Mantan Bendahara PD M Nazaruddin (divonis 7 tahun) dan mantan Wasekjen PD, Angelina Sondakh (divonis 4 tahun).
Di tubuh Partai Golkar, stigma partai sebagai partai korup ditandai dengan kasus pengadaan kitab suci Al Quran di Kementrian Agama. Kasus ini melibatkan kader partai Golkar, Zulkarnaen Djabar. Anggota DPR Partai Golkar daerah pemilihan Jabar V ini divonis 15 tahun penjara. Putranya Dendy yang juga kader Partai Golkar juga divonis 15 tahun penjar.
Stigma korup di tubuh partai ini juga terjadi saat kasus tertangkap tangannya M Akil Mochtar, Ketua Mahkamah Konstitusi dalam kasus suap Pilkada Bupati Lebak. Akil sebelum menjadi Ketua MK adalah kader partai Golkar dan pernah tiga periode menjadi anggota DPR. Kasus suap dalam sengketa Pilkada Bupati Lebak ini juga melibatkan Tubagus Chaeri Wardana (Wawan). Wawan adalah adik Gubernur Banten, Ratu Atut Choisyah. KPK menduga, Ratu Atut Choisyah ikut ambil bagian dalam proses terjadi suap kepada M Akil Mochtar.
Selain Gubernur Banten, Ratu Atut adalah tokoh perempuan Partai Golkar. Masih dalam kaitan kasus ini, Partai Golkar juga distigmakan sebagai partai korup, karena Chairun Nisa, tokoh wanita Patai Golkar Kalimantan Tengah ini adalah juga anggota DPR Partai Golkar. Chairun Nisa diduga ikut terlibat dalam kasus suap sengketa Pilkada Bupati Gunung Mas, Kalteng.
Partai politik lain yang juga mendapat stigma sebagai partai korup adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai terlibat dalam kasus impor sapi. Presiden PKS M Lutfhi Hassan ditangkap dan saat ini sedang menjalani sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Bersama M Lutfhi Hassan, juga dijadikan tersangka Fathanah, orang dekat Lufhi Hassan dan sering berhubungan baik dengan politisi PKS.
Dalam kasus impor sapi ini, stigma PKS semakin tinggi saat kasus ini digelar di persidangan. Sejumlah kader partai seperti Menteri Pertanian Suswono berkali-kali dihadirkan sebagai saksi di pengadilan Tipikor. Hal yang sama juga terjadi pada diri Anis Matta (Sekjen PKS yang kini menjadi Presiden PKS) serta Hilmy Aminuddin, Ketua Dewan Syuro PKS.
Stigma korup juga dicap kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). KPK menyatakan 15 kader partai ini terlibat dalam kasus korupsi pemilihan Deputy Gubernur Bank Indonesia (BI) di antaranya Panda Nababan, Dudhi Makmun Murod, Agus Chondro dan Willem Tutuarima. Stigma PDIP sebagai partai korup juga berkembang di daerah-daerah setelah sejumlah kadernya yang menjabat sebagai bupati/walkota hingga gubernur dicokok KPK karena terlibat kasus korupsi.
Kata "stigma" dalam istilah ilmu sosial, yaitu tanda bahwa seseorang atau kelompok dianggap ternoda dan karenanya mempunyai watak yang tercela, misalnya seorang bekas narapidana yang terlibat kriminal dan korupsi dan dianggap tidak layak dipercayai dan dihormati. Stigma sosial juga berarti tidak diterimanya seseorang atau kelompok pada suatu komunitas atau wilayah karena kepercayaan bahwa orang atau kelompok tersebut melawan norma yang ada.
Stigma sosial sering menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok. (Kurzban, R., & Leary, M. R. (2001). Evolutionary Origins of Stigmatization: The Functions of Social Exclusion. Psychological Bulletin 127: 187-208).
Berdampak Negatif
Stigma yang melekat pada partai politik korup diyakini akan berdampak pada partai politik tersebut. Sejumlah survei dan jajak pendapat yang dilakukan lembaga survei antara lain menggambarkan dampak tersebut. Pemberitaan yang gencar terhadap kasus korupsi yang melanda kader Partai Demokrat membuat tingkat elektabilitas partai ini menurun drastis.
Survei yang dilakukan Lembaga Klimatologi Politik (LKP) pada 2 September 2013 merilis jika pemilu dilakukan saat itu, maka perolehan suara Partai Demokrat hanya sekitar 8,9 persen. Padahal pada pemilu legislatif 2009, Partai Demokrat adalah pemenang, dengan perolehan suara 21.703.137 suara atau 20,85 persen.
Riset yang dilakukan Lembaga Survei Nasional (LSN) mengungkap, Partai Demokrat dan PKS harus bekerja lebih keras untuk meraih simpati masyarakat. Dalam survei yang dilakukan pada Juli lalu, Lembaga Survei Nasional (LSN) merilis peringkat perolehan suara jika pemilu legislatif dilakukan saat itu.
Kedua partai itu menempati urutan paling buncit dalam deretan partai peserta Pemilu 2014 yang dianggap masyarakat bersih. Sesuai dengan hasil survei lembaga tersebut, Demokrat dan PKS sama-sama hanya dipercaya 0,6 persen publik bahwa mereka masih merupakan partai bersih.
Sementara survei terhadap Partai Golkar dan PDI Perjuangan, cenderung stagnan. Penyebabnya adalah kemampuan partai tersebut mengelola stigma partai korup yang muncul di masyarakat. Kasus yang menimpa kader Partai Golkar dalam kasus pengadaan kitab suci Al Quran di Kementerian Agama tdak menjadi melebar dan berkepanjangan.
Pemberitaan persidangan kasus ini berhasil ‘dikelola’ dengan baik dan tidak melebar dan berkepanjangan. Sempat kasus ini membawa-bawa nama politisi Partai Golkar lain seperti Priyo Budi Santoso, namun upaya ini gagal, dan kasus korupsi yang dahsyat ini mampu dilokalisir hanya sampai pada Zulkarnaen Djabar.
Bagaimana dengan PDI-P. Partai ini cenderung terselamatkan dari stigma sebagai partai korup, karena kemenangan Jokowi merebut posisi Gubernur DKI Jakarta yang berpasangan dengan Basuki Tjahya Purnama (Ahok). Bagi masyarakat sosok Jokowi menjadi simbol dan tokoh baru, sebagai tokoh yang membela wong cilik dan ini sangat menguntungkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Keutungan Bagi Partai Lain.
Jika hasil dari berbagai survei tersebut mendekati kenyataan, maka kondisi ini sangat menguntungkan partai peserta pemilu 2014 yang dinilai tidak terstigma sebagai partai korup, seperti Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Gerindra, Partai Hanura, Partai Kebangkitan Bangsa, serta tiga partai peserta pemilu yang baru yakni, Partai Nasdem, PKPI dan PBB.
Penurunan drastis perolehan suara Partai Demokrat (PD) dan PKS menjadikan persentase suara yang akan diperebutkan mencapai 20 persen. 80 persen suara pada Pemilu 2014 merupakan angka optimis yang sudah ditetapkan pemilih dan sebagian besar adalah simpatisan dan pemilih loyal.
Partai Amanat Nasional (PAN) yang telah melakukan berbagai upaya ‘kampanye’ serta konsolidasi dan peran dinamis Hatta Radjasa diperkirakan akan mampu meraih keutungan yang lebih besar ketimbang partai lain. Urutan kedua dan ketiga akan ditempati Partai Gerindra dan Partai Hanura. Kedua partai ini secara intens memanfaatkan media untuk mendekati pemilih. Prabowo Subianto yang setiap saat melakukan kunjungan ke berbagai daerah membuat eletabilitas partai Gerindra dan Prabowo meningkat, sementara Partai Hanura pun akan meraih keutungan, namun akselerasinya tidak sebesar Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Gerindra.
Kehadiran kontroversial Harry Tanoesubroto sebagai calon presiden dianggap masyarakat sebagai upaya untuk defence terhadap berbagai stigma yang ada di dalam dirinya.Sementara partai lain seperti, PKB, PBB, PKPI dan Partai Nasdem, meski belum terstigma sebagai partai korup, masih akan diuji dalam beberapa bulan terakhir sebelum Pemilu Legislatif 2014, April mendatang.
* Saor Simanjuntak, Praktsi Media, Alumni Komunikasi Politik Universitas Indonesia, Jakarta
sumber : http://web.inilah.com/read/detail/2039716/pemilu-2014-dan-stigma-partai-politik-korup#.UmO1EVP5hJ0

Komisi III Minta KM Tahan Diri Uji Materi Perpu MK

TEMPO.CO , Jakarta:Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat meminta Mahkamah Konstitusi menahan diri jika ada yang mengajukan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua UU Mahkamah Konstitusi. MK diminta menunjukkan sikap kenegarawanan jika ada permohonan uji materi atas peraturan ini.

"Ini ujian kenegarawanan jika MK masih mengadili dirinya sendiri," kata Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Tjatur Sapto Edy saat dihubungi, Sabtu, 19 Oktober 2013. Dia mengingatkan, hakim mempunyai kode etik untuk mengadili perkara yang menyangkut sanak keluarga. "Apalagi hakim menguji aturan yang mengatur dirinya sendiri," kata dia.

Politikus Partai Amanat Nasional ini meminta menahan diri untuk tidak menguji peraturan yang mengatur mengenai Mahkamah Konstitusi. Dia berkaca pada pengalaman ketika MK memutus uji materi terkait pengawasan hakim konstitusi oleh Komisi Yudisial. Dia memahami, tidak ada larangan bagi MK untuk menguji aturan yang mengatur lembaganya. "Tapi jika tetap dilakukan, ini kurang berhasil dari sisi kenegarawanan," kata dia.

Tjatur menuturkan, Komisi Hukum juga berencana membedah Perpu MK usai masa reses yakni akhir November atau awal Desember 2013. Menurut dia, Komisi Hukum akan serius mencermati apakah peraturan ini bermuatan politis atau memang untuk kepentingan MK. Namun politikus Partai Amanat Nasional ini mengatakan, ketentuan bagaimana mengawasi MK sudah menjadi kegelisahan politikus Senayan sejak lama. "Jika melihat substansinya, ini menjadi pikiran teman-teman DPR," kata dia.

Kamis 17 Oktober 2013 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang terkait dengan Mahkamah Konstitusi. Dalam sejumlah pasal, pemerintah memasukkan peran penting dari KY dalam perekrutan dan pengawasan hakim MK. Hakim yang diajukan ke presiden, MA atau DPR mesti menjalani uji kelayakan dari panel ahli.

Panel ahli terdiri dari sejumlah elemen misalnya, MA, DPR, lembaga presiden dan empat tokoh pilhan KY. Tokoh dari KY ini harus berdasarkan usulan masyarakat yang terdiri dari mantan hakim konstitusi, tokoh masyarakat, akademisi dan praktisi hukum. Pemerintah juga membentuk Majelis Kehormatan Hakim yang bersifat permanen.

WAYAN AGUS PURNOMO

Jumat, 27 September 2013

Amien Rais : Jangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Pemimpin

Amien Rais : Jangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Pemimpin

Jakarta (voa-islam.com) Selama ini banyak aktivis Islam menilai Amien Rais sudah tamat, sudah gagal secara politik, terjerumus dalam pluralisme, dituduh mencari aman di balik punggung rezim.
Tapi sebagai kader Muhammadiyah, sebagai mantan Ketua PP Muhammadiyah, ternyata Amien Rais masih punya taji, resistensi, dan militansi. Itu terbukti dari isi ceramahnya yang cukup “radikal”di hadapan kader-kader Muhammadiyah Yogya, dalam acara “Rapat Kerja dan Dialog Pengkaderan” tanggal 23-24 Februari 2013.  
Ceramah yang kemudian ditranskrip itu dimuat di sebuah media internal milik Muhammadiyah. Dalam ceramahnya Pak Amien sempat bilang,“Nah, ini cuma sekedar cerita, ini tidak boleh keluar di wartawan.” Pembaca bisa baca sendiri kira-kira apa isi ceramah itu.
Karena isinya sangat penting, kami para jurnalis minta maaf ke Pak Amien, kalau ceramahnya akhirnya keluar juga ke tengah publik. Bukan tak menghargai privasi Prof. Amien, tapi kayaknya Umat perlu tahu gagasan-gagasan beliau.  
Berikut ini kami kutipkan pernyataan-pernyataan Prof. Dr. H. Amien Rais dari ceramah yang ditranskrip menjadi tulisan berjudul, Kader Muhammadiyah di Pentas Politik. Karena panjangnya artikel, hanya dikutip bagian-bagian tertentu saja yang dipandang sangat urgen diketahui Umat Islam. Selamat menyimak, semoga mencerahkan! 
 1. FONDASI AKIDAH
Saya akan membicarakan masalah yang mendasar terlebih dulu, bahwa kita ini sebagai orang beriman diperintahkan di dunia ini, hanyalah untuk mengabdi kepada Allah SWT. “Tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadat kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56) 
Dalam pandangan orang Islam, hidup kita ini adalah bulat, tidak terbagi-bagi. Misalnya ini yang sekuler dan itu yang non sekuler, ini yang transenden dan itu yang intransenden.
Hal ini disebabkan, kita sudah memproklamasi  dan mendeklarasikan, bahwa shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, aku persembahkan kepada Allah Tuhan semesta alam. Ini sudah jelas sekali.
Karena the core of our lives must be based on tauhid.  Nabi kita itu pelanjut dari millah, agama, tradisi, keyakinan, dari nabi-nabi sebelumnya. (Kutipan hal. 18-19). 
2.  ANTI PLURALISME
Dalam hal ini saya wanti-wanti, karena kelompok non Muslim pandai sekali mencari istilah, yang enak dan sejuk didengar, yaitu pluralism atau kemajemukan.
Jangan sampai kita terseret gara-gara istilah kemajemukan itu kemudian menyangka semua agama itu seperti madzhab-madzhab yang mencari kebenaran di puncak gunung, dan boleh melewati lereng utara, lereng selatan atau barat, yang akhirnya akan sampai juga ke puncak.
Orang-orang keblinger itu seolah-olah menyatakan, bahwa semua agama itu sama.
Yang perlu digarisbawahi adalah, dari bacaan kita di koran, internet, dan sebagainya, ada semacam angin yang menyapu berbagai negeri Muslim yaitu angin pluralisme.
Sedihnya kemudian sebagian intelektualnya seperti kerbau tercocok hidungnya, tanpa menggunakan daya kritis ikut melambungkan paham pluralisme itu.
Padahal sekali kita menerima pluralisme tanpa kaca mata yang kritis, seperti kita mengerek agama Allah yang kaffah, yang diridai Allah itu, turun dari tingkat yang tinggi, seolah-olah agama kita sama dengan agama-agama yang lain.
Kadang kita tidak sadari, bahwa dengan ikut paham kemajemukan itu, kita justru sedang menurunkan martabat level agama Allah yang sempurna ini turun ke bawah, sama dengan Hindu, Budha, Kristen, Protestan, dan lain-lain.
Jadi kalau Allah mengatakan, kita harus mengimani wahyu yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim, Nabi Isa, dan lain-lain, itu bukan berarti agama lain itu sama dengan agama kita. Karena Allah juga mengatakan, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu, hingga kamu mengikuti agama mereka.” (Al Baqarah: 120) (Kutipan hal. 19).
Kita ini tak boleh gegabah. Kalau anda dipuji-puji oleh orang “walan tardho” (Yahudi-Nashrani) itu jangan malah bangga. “Wah, aku pluralis.” Jangan, itu beracun. Saya punya seorang teman dekan dulu (dia dipuji sebagai Muslim pluralis). Saya jawab, “Loh, anda itu dipuji-puji begitu berarti kan Islamnya tipis, jadi komitmennya juga tipis to? Lha itulah, mereka senang dengan anda, karena anda tidak mungkin macam-macam.” (Kutipan hal. 22)
3.   KERISAUAN
Muhammadiyah telah berumur satu abad. Alhamdulillah masih segar, tetapi kalau kita mau jujur, kita ini telah mengalami kekalahan. Tahun 1950-an jumlah umat Islam itu 92 % dan sekarang tahun 2000-2013 sekitar 86 %. Sehingga ada kemerosotan sekitar 6 %. Maka jika kemerosotan ini berlanjut, jangan-jangan 200 tahun lagi umat Islam akan tinggal 70 %. 
Walaupun sesungguhnya sudah ada indikator kekalahan kita dalam perlombaan dakwah, yakni melakukan perebutan wilayah keagamaan di dalam wilayah bangsa besar yang kita cintai ini. Pendidikan dan hal-hal lain kita memang semakin bertambah, tetapi sesungguhnya secara komparatif, baik quality ataupun quantity, kita itu masih kalah.
Jumlah sekolah Islam dan sekolah Kristen, masih banyak sekolah Kristen. Jumlah RS MUhammadiyah dan rumah sakit mereka (Kristen), juga masih banyak mereka. Dan jumlah per kepala pun mereka terus bertambah, sedangkan kita turun dalam kurun waktu beberapa waktu ini. (Kutipan hal. 19)
4.   MENGABAIKAN SYIAR JIHAD
Bahkan saya sering mengatakan, bahwa Muhammadiyah itu diam-diam juga mempraktikkan bid’ah. Kita sering mengatakan NU bid’ah, tapi kita kadang-kadang tidak terasa juga bid’ah, cuma bid’ah mengurangi (al ibdtida’u bil nuqshan). Dimana pengurangannya? Kita tidak sadar, kita tidak tahu, karena kita merasa tidak pernah melakukannya. 
Tapi lihat dalam training-training Muhammadiyah atau Aisyiyah, atau di beberapa even Muhammadiyah, hampir jarang dibahas atau didorong tentang konsep Al Qur’an yang namanya Al Jihad. Kita itu sepertinya dengan konsep jihad, kalau alergi tidak, cuma sudah cukupkah jihad itu dengan teologi Al Ma’un.
Sejak saya kecil Al Ma’un, saya di IMM Al Ma’un, saya jadi ketua PP Muhammadiyah Al Ma’un, dan sampai sekarang Alhamdulillah juga masih tetap Al Ma’un. Itu betul dan tidak salah.
Teori Al Ma’un itu tetap, tapi harus kita tambah lagi, karena yang namanya jihad itu jumlahnya sebanyak kata zakat. Kenapa kita berani membicarakan soal zakat dan lain-lain, tetapi soal jihad itu tidak pernah kita ucapkan. (Kutipan, hal. 20) 
5.   IKHWANUL MUSLIMIN
Saya bukan pengagum Al Ikhwan, tapi saya kira Al Ikhwan itu betul. Misalnya, (semboyan mereka):Allahu Ghayatuna (Allah tujuan kami), Ar Rasulu Qudwatuna (Rasulullah teladan kami), Al Quran Dusturuna (Al Qur’an landasan hukum kami), Al Jihad Sabiluna (Jihad jalan kami), Syahid fi Sabilillah Asma Amanina (mati Syahid di jalan Allah, cita-cita kami yang tertinggi).
Jadi mengapa Al Ikhwan seperti bergerak terus sampai ke Yordania, Eropa, Amerika, dan seterusnya. Mungkin karena kata jihad itu tidak dijauhi. Jadi kritik kita ke dalam, tiap kali kita baca Al Qur’an, jihad tidak pernah dibahas. Mungkin ini untuk para kader juga perlu dipahami. (Kutipan hal. 20)
6.  PARTISIPASI POLITIK
Pada zaman Bung Karno dulu politik adalah panglima. Jika kita berbicara di tingkat realitas, justru memang politik itu adalah panglima. Definisi politik itu sebenarnya: politics is who gets what, when, and how (politik itu siapa dapat apa, kapan, dan bagaimana).
Cuma karena kita orang beriman, kita tambah dengan why. Karena hal ini merupakan niat,innamal a’malu bin niyat. Politik itu sebenarnya adalah alokator dari segenap keperluan hidup manusia, dengan keputusan modern.
Membangun itu bukan keputusan ekonomi, itu keputusan politik. Kita biarkan atau kita awasi kegiatan Zending (Kristenisasi) orang-orang asing, itu politik. Kita mau meminjam uang IMF atau Bank Dunia, itu politik.
Mengapa HPH yang sekian ratus hektar itu kita berikan si fulan dan bukan si fulan? Sekarang Papua ingin merdeka, itu juga merupakan political decision. Menghadapinya bukan dengan Tahlilan atau doa bersama; tapi juga dengan liku-liku aksi politik.
Pada waktu reformasi, hanya dengan dua atau tiga partai yang mulai berbicara di tingkat power sharing, kita bisa mendudukkan tiga anggota Muhammadiyah menjadi Menteri Pendidikan, Pak Yahya Muhaimin, Malik Fadjar, dan Bambang Soedibyo.
Tetapi sekarang untuk mendapatkan uang ratusan juta saja, kita ini berat? Karena apa? Karena politik itu alokasi, alokasi APBN, alokasi apapun itu namanya politik.    
Saya ingin mengatakan, bahwa di lembar abad kedua ini kita perlu menambah wawasan kita. Apa yang sudah kita warisi dalam hal education and health terus kita tambah, tapi kita juga harus melakukan pencak silat politik, karena Islam itu kaffah.
Kita diberi Allah untuk memperkuat dunia kita ini, supaya kita di waktu mendatang bisa bersyukur dan berbahagia, bahwa Muhammadiyah itu semakin kuat, tidak lagi pinggiran.
Saya ingin Muhammadiyah tidak lagi marginal, tidak di peran pinggiran, tidak lagi menjadi penonton, tapi harus di tengah. Bukan hanya penonton, tetapi Muhammadiyah itu harus memegang kanvas, ikut melukis masa depan Indonesia.
Kalau kita ikut melukiskan, paling tidak kalau terlalu merah bisa ikut kita mudakan (warnanya), terlalu kuning bisa kita agak dekatkan ke hijau warna Islam.
Atau kalau memegang pahat, bisa ikut mengukir bersama anak bangsa yang lain, untuk masa depan negeri kita ini. Tetapi jika hanya menonton, maaf hanya plonga-plongo, maka akan sangat menyakitkan. (Kutipan hal. 20-21)
7.  MENGAMBIL ORANG KAFIR SEBAGAI PEMIMPIN
Pertama-tama, kita harus mencamkan, bahwa kita ini anak-cucunya Nabi Ibrahim, anak cucunya Nabi Adam, dan sebagai pewarisnya, (kita) jangan sampai tidak punya keinginan untuk memegang imamah.
Jadi pemimpin umat manusia yang beragama Kristen, Katolik, Kong Hu Chu, Nasrani, Zoroaster, PKI, dan lain sebagainya itu; pemimpinnya seharusnya orang beriman. Tetapi (janji Allah tentang imamah pada Surat Al Baqarah 124) tidak pernah sampai, tidak pernah mengenai orang-orang yang masih zalim.
Orang zalim itu orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri, sudah tahu korupsi itu tidak boleh, malah nekat; sudah tahu bohong itu gak boleh, malah nekat.
Bahwa kepemimpinan ini amat sangat penting. Kalau menurut saya, dari Al Qur’an itu orang beriman menjadi imaman lil muttaqin dan imaman lin naas (lihat Surat Al Furqan: 74).
Nah sekarang saya beritahu, kesalahan fatal umat Islam di muka bumi, kesalahan fatal UII (Umat Islam Indonesia), kesalahan fatal umat Muhammadiyah, barangkali karena tidak memperhatikan pesan-pesan Al Qur’an.
Allah berfirman: “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al Maa’idah: 51)
(Jangan menjadikan Yahudi dan Nasrani) tempat berlabuhmu, tempat bersandarmu, tempat referensimu. Yahudi dan Nasrani itu sokong-menyokong untuk menggencet orang Islam. Itu sudah jelas untuk menghancurkan umat Islam.
Saya sudah menjelajah dunia Islam ini, saya sudah dari Malaysia sampai Merauke, dari Thailand sampai Uzbekistan, kesalahannya mereka juga tidak menyimak pesan Al Qur’an itu.
Arab Saudi itu masih adem ayem kalau sama Amerika. “Itulah sekutu kami.” Padahal itu kan Yahudi dan Nasrani, sehingga ini yang menyebabkan kita tidak bisa kuat.
Pukulan telak dan kesalahan fatal, yaitu ketika Jokowi dan Ahok itu menang menjadi Gubernur DKI. Ini membuat saya agak resah, sampai mungkin tidak bisa tidur dua atau tiga malam. Karena saya tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. (Kutipan hal. 21).
 8.  TANGGUNG-JAWAB KEBANGSAAN
Kalau kita melihat Al Qur’an, kita tidak boleh menjadi pupuk bawang, jadilah lokomotif. Syuhada ‘alannaas. Syuhada itu orang di depan, jadi referensi, jadi teladan, jadi contoh, di depan. Sebab tidak mungkin syuhada kok di kanan atau di kiri. Syuhada itu selalu di depan.
Bagaimanapun seandainya kalian tahu jeroan-nya Indonesia ini, umat Islam itu betul-betul hanya hanya jadi penonton. Perbankan, pertambangan, perkebunan, pertanian, kehutanan, dikuasai dan digenggam oleh mereka (orang kafir). Umat Islam ini hanya diberi remah-remah kecil, tapi yang the big goal, the biggest share, itu mereka yang genggam.
Kita ini di samping sebagai kader yang memiliki kadar Islam dan niat yang mendalam, tapi sebagai orang yang hidup di suatu bangsa, tidak ada salahnya kita juga punya semangat wathoniyah, kebangsaan, atau ketanahairan. Pandu kita bernama Hizbul Wathan, partainya tanah air. 
Kata Hasan Al Bana, wathoniyah itu sesuatu panggilan yang sangat alami. Wathoniyah itu adalah sesuatu yang naluriah.
Nabi itu ketika hijrah ke Madinah, betul-betul ingin kembali ke tumpah darahnya, kembali ke Mekkah. Kembali ke masa muda, kembali ke masa kecil, itu sesuatu yang sangat alami.
Di sini saya berbeda dengan orang-orang ekstrim itu, bahwa “kebangsaan itu taghut, Islam itu menyeluruh, tidak usah ada kebangsaan. Jadi negara bubarkan saja, tidak perlu ada negara, Khilafah Islamiyah saja”.
Tapi itu kan hanya dalam imagination, kenyataannya tidak ada. Tapi dalam kebangsaan ini, saya wanti-wanti, bahwa kebangsaan itu sesuatu yang alami acceptable, dapat kita terima; tetapi dalam hal kepemimpinan bangsa, kita tidak boleh main-main. Apalagi kemudian kita serahkan (kepemimpinan) kepada orang-orang yang laisa min hum (bukan golongan Islam).
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan teman kepercayaanmu orang-orang dari luar kalanganmu, (karena) mereka tak henti-hentinya menimbulkan kemadharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka, adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (Ali Imran: 118)
Jadi masalah leadership itu sesuatu yang sentral. Kita cinta negeri ini, kita cinta bangsa kita, kita cinta tanah air kita. Kemudian yang penting adalah mengupayakan, bagaimana agar pimpinan itu ada pada kita, sehingga bangsa ini enlighten, disinari oleh agama Islam. (Kutipan hal. 22)
9.   MISSI MENEGAKKAN KEADILAN
Kemudian yang menyukai politik, yang memang terampil, biarlah masuk ke sana. Diharapkan mereka tidak kagetan, tidak gumunan, dan tidak gampang terjungkal hanya karena gebyar kilau dunia. Dalam hal ini ada cerita ringan.
Golkar itu dulu anak didiknya Pak Harto, jadi teman-teman Golkar dengan KKN itu lumayan dekat. Tapi Golkar itu mengelus dada melihat partai Islam (?) yang lebih pintar dan lebih ngawur dalam korupsi.
Saya lima tahun di MPR, teman-teman (Golkar) berkata, “Pak Amin, kami kalah Pak. Jam terbang kami sudah tiga dasawarsa, ini baru tiga tahun sudah luar biasa.” (Orang Golkar 30 tahunan korupsi dengan cara-cara yang “sopan”, tapi orang zaman reformasi baru 3 tahun memimpin cara korupsinya seperti orang kesetanan).
Kita punya kebangsaan yang harus kita kembangkan jadi kepemimpinan. Jangan lupa, dalam kebangsaan itu pun seluruh nilai Islam harus dimasukkan. Kita ini punya semboyan Amar Makruf Nahi Munkar. Itu bagus, tapi belum cukup.It is just good, but not good  enough.
Di samping Amar Makruf Nahi Munkar, kita juga (perlu) mengembangkan Ya’muru bil ‘Adli wa Nahyu ‘aniz Zulmi (memerintahkan berbuat adil, mencegah kezhaliman).
Samakah orang yang jadi budak tadi itu, yang tergantung pada bangsanya itu dengan orang yang menegakkan keadilan dan dia berada di jalan yang lurus?
Kalau Allah SWT memerintahkan orang beriman menegakkan keadilan, tentu sisi yang lain, adalah mencegah kezaliman. Syirik sendiri disebut kezaliman yang teramat besar.  
Muhammadiyah yang besar ini (perlu) memantau dari Papua sampai Aceh, kira-kira mana saja yang ada potongan jahitan yang bisa masuk ke gelanggang politik. Karena itu penting jangan jangan sampai ditinggalkan.
Kalau kita tidak masuk ke situ, kita seperti anak yatim piatu. Kita mau buat apapun, kalau payung politiknya tidak ramah, serba tidak bisa. Seperti Muhammadiyah di Bangkalan itu, tidak pernah bisa mengadakan Isra’ Mi’raj bersama-sama di gedung, karena (diganjal) bupati, sekda, dan lain-lain.
Dulu pernah ada menteri (pendidikan) namanya Daoed Joesoef. Waktu itu ada ratusan dosen yang mau (sekolah) ke luar negeri. Asal namanya Islam, dicoret. Walaupun tidak shalat, minum arak, kalau namanya Islam ya dihabisi. Seperti salah seorang kawan saya bernama Amirudin.    
Dulu karena kita tidak punya kekuatan politik, siswa SMA negeri yang memakai jilbab diundang kepala sekolahnya, disuruh lepas jilbab atau keluar. Sekarang kalau ada seperti itu, tentu kepala sekolahnya yang disuruh keluar, karena sudah tidak zamannya lagi (melarang siswi sekolah memakai jilbab). 
Dalam hal kebangsaan itu, memang harus cerdas dan selalu berpegang kepada Al Qur’an. Dan kita menghadapinya dengan optimis. Semoga Muhammadiyah abad kedua ini tidak lagi di pinggir, tapi di mainstream. Tidak lagi tangan di bawah, tetapi tangan di atas. Kalau kita kuat, kita akan menghidupi banyak orang. SELESAI. (Kutipan hal. 22-23) 
Catatan penyunting:
Tidak semua pernyataan dikutip, karena teks aslinya cukup panjang dan mempertimbangkan urgensinya. Tanda kurung dan judul tematik dari penyunting, biar lebih mudah memahami. Bagian-bagian yang isinya satu tema disatukan meski posisi agak berjauhan. Bentuk percakapan bahasa daerah dan font Arabic ditiadakan, agar lebih praktis. Tulisan asli berjudul: Dialog Bersama Amien Rais, Kader Muhammadiyah di Pentas Politik; sumber ceramah Prof.Dr. H. Amien Rais dalam acara dialog kader bertema “Rapat Kerja dan Dialog Pengkaderan” di Yogyakarta pada 23-24 Februari 2013. Teks asli disusun berdasarkan transkrip ceramah oleh redaksi media, NS.


Penyunting: Abdul Hanif Fadhli, Jakarta.

Amien Rais : Jangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Pemimpin

Amien Rais : Jangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Pemimpin

Jakarta (voa-islam.com) Selama ini banyak aktivis Islam menilai Amien Rais sudah tamat, sudah gagal secara politik, terjerumus dalam pluralisme, dituduh mencari aman di balik punggung rezim.
Tapi sebagai kader Muhammadiyah, sebagai mantan Ketua PP Muhammadiyah, ternyata Amien Rais masih punya taji, resistensi, dan militansi. Itu terbukti dari isi ceramahnya yang cukup “radikal”di hadapan kader-kader Muhammadiyah Yogya, dalam acara “Rapat Kerja dan Dialog Pengkaderan” tanggal 23-24 Februari 2013.  
Ceramah yang kemudian ditranskrip itu dimuat di sebuah media internal milik Muhammadiyah. Dalam ceramahnya Pak Amien sempat bilang,“Nah, ini cuma sekedar cerita, ini tidak boleh keluar di wartawan.” Pembaca bisa baca sendiri kira-kira apa isi ceramah itu.
Karena isinya sangat penting, kami para jurnalis minta maaf ke Pak Amien, kalau ceramahnya akhirnya keluar juga ke tengah publik. Bukan tak menghargai privasi Prof. Amien, tapi kayaknya Umat perlu tahu gagasan-gagasan beliau.  
Berikut ini kami kutipkan pernyataan-pernyataan Prof. Dr. H. Amien Rais dari ceramah yang ditranskrip menjadi tulisan berjudul, Kader Muhammadiyah di Pentas Politik. Karena panjangnya artikel, hanya dikutip bagian-bagian tertentu saja yang dipandang sangat urgen diketahui Umat Islam. Selamat menyimak, semoga mencerahkan! 
 1. FONDASI AKIDAH
Saya akan membicarakan masalah yang mendasar terlebih dulu, bahwa kita ini sebagai orang beriman diperintahkan di dunia ini, hanyalah untuk mengabdi kepada Allah SWT. “Tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadat kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56) 
Dalam pandangan orang Islam, hidup kita ini adalah bulat, tidak terbagi-bagi. Misalnya ini yang sekuler dan itu yang non sekuler, ini yang transenden dan itu yang intransenden.
Hal ini disebabkan, kita sudah memproklamasi  dan mendeklarasikan, bahwa shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, aku persembahkan kepada Allah Tuhan semesta alam. Ini sudah jelas sekali.
Karena the core of our lives must be based on tauhid.  Nabi kita itu pelanjut dari millah, agama, tradisi, keyakinan, dari nabi-nabi sebelumnya. (Kutipan hal. 18-19). 
2.  ANTI PLURALISME
Dalam hal ini saya wanti-wanti, karena kelompok non Muslim pandai sekali mencari istilah, yang enak dan sejuk didengar, yaitu pluralism atau kemajemukan.
Jangan sampai kita terseret gara-gara istilah kemajemukan itu kemudian menyangka semua agama itu seperti madzhab-madzhab yang mencari kebenaran di puncak gunung, dan boleh melewati lereng utara, lereng selatan atau barat, yang akhirnya akan sampai juga ke puncak.
Orang-orang keblinger itu seolah-olah menyatakan, bahwa semua agama itu sama.
Yang perlu digarisbawahi adalah, dari bacaan kita di koran, internet, dan sebagainya, ada semacam angin yang menyapu berbagai negeri Muslim yaitu angin pluralisme.
Sedihnya kemudian sebagian intelektualnya seperti kerbau tercocok hidungnya, tanpa menggunakan daya kritis ikut melambungkan paham pluralisme itu.
Padahal sekali kita menerima pluralisme tanpa kaca mata yang kritis, seperti kita mengerek agama Allah yang kaffah, yang diridai Allah itu, turun dari tingkat yang tinggi, seolah-olah agama kita sama dengan agama-agama yang lain.
Kadang kita tidak sadari, bahwa dengan ikut paham kemajemukan itu, kita justru sedang menurunkan martabat level agama Allah yang sempurna ini turun ke bawah, sama dengan Hindu, Budha, Kristen, Protestan, dan lain-lain.
Jadi kalau Allah mengatakan, kita harus mengimani wahyu yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim, Nabi Isa, dan lain-lain, itu bukan berarti agama lain itu sama dengan agama kita. Karena Allah juga mengatakan, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu, hingga kamu mengikuti agama mereka.” (Al Baqarah: 120) (Kutipan hal. 19).
Kita ini tak boleh gegabah. Kalau anda dipuji-puji oleh orang “walan tardho” (Yahudi-Nashrani) itu jangan malah bangga. “Wah, aku pluralis.” Jangan, itu beracun. Saya punya seorang teman dekan dulu (dia dipuji sebagai Muslim pluralis). Saya jawab, “Loh, anda itu dipuji-puji begitu berarti kan Islamnya tipis, jadi komitmennya juga tipis to? Lha itulah, mereka senang dengan anda, karena anda tidak mungkin macam-macam.” (Kutipan hal. 22)
3.   KERISAUAN
Muhammadiyah telah berumur satu abad. Alhamdulillah masih segar, tetapi kalau kita mau jujur, kita ini telah mengalami kekalahan. Tahun 1950-an jumlah umat Islam itu 92 % dan sekarang tahun 2000-2013 sekitar 86 %. Sehingga ada kemerosotan sekitar 6 %. Maka jika kemerosotan ini berlanjut, jangan-jangan 200 tahun lagi umat Islam akan tinggal 70 %. 
Walaupun sesungguhnya sudah ada indikator kekalahan kita dalam perlombaan dakwah, yakni melakukan perebutan wilayah keagamaan di dalam wilayah bangsa besar yang kita cintai ini. Pendidikan dan hal-hal lain kita memang semakin bertambah, tetapi sesungguhnya secara komparatif, baik quality ataupun quantity, kita itu masih kalah.
Jumlah sekolah Islam dan sekolah Kristen, masih banyak sekolah Kristen. Jumlah RS MUhammadiyah dan rumah sakit mereka (Kristen), juga masih banyak mereka. Dan jumlah per kepala pun mereka terus bertambah, sedangkan kita turun dalam kurun waktu beberapa waktu ini. (Kutipan hal. 19)
4.   MENGABAIKAN SYIAR JIHAD
Bahkan saya sering mengatakan, bahwa Muhammadiyah itu diam-diam juga mempraktikkan bid’ah. Kita sering mengatakan NU bid’ah, tapi kita kadang-kadang tidak terasa juga bid’ah, cuma bid’ah mengurangi (al ibdtida’u bil nuqshan). Dimana pengurangannya? Kita tidak sadar, kita tidak tahu, karena kita merasa tidak pernah melakukannya. 
Tapi lihat dalam training-training Muhammadiyah atau Aisyiyah, atau di beberapa even Muhammadiyah, hampir jarang dibahas atau didorong tentang konsep Al Qur’an yang namanya Al Jihad. Kita itu sepertinya dengan konsep jihad, kalau alergi tidak, cuma sudah cukupkah jihad itu dengan teologi Al Ma’un.
Sejak saya kecil Al Ma’un, saya di IMM Al Ma’un, saya jadi ketua PP Muhammadiyah Al Ma’un, dan sampai sekarang Alhamdulillah juga masih tetap Al Ma’un. Itu betul dan tidak salah.
Teori Al Ma’un itu tetap, tapi harus kita tambah lagi, karena yang namanya jihad itu jumlahnya sebanyak kata zakat. Kenapa kita berani membicarakan soal zakat dan lain-lain, tetapi soal jihad itu tidak pernah kita ucapkan. (Kutipan, hal. 20) 
5.   IKHWANUL MUSLIMIN
Saya bukan pengagum Al Ikhwan, tapi saya kira Al Ikhwan itu betul. Misalnya, (semboyan mereka):Allahu Ghayatuna (Allah tujuan kami), Ar Rasulu Qudwatuna (Rasulullah teladan kami), Al Quran Dusturuna (Al Qur’an landasan hukum kami), Al Jihad Sabiluna (Jihad jalan kami), Syahid fi Sabilillah Asma Amanina (mati Syahid di jalan Allah, cita-cita kami yang tertinggi).
Jadi mengapa Al Ikhwan seperti bergerak terus sampai ke Yordania, Eropa, Amerika, dan seterusnya. Mungkin karena kata jihad itu tidak dijauhi. Jadi kritik kita ke dalam, tiap kali kita baca Al Qur’an, jihad tidak pernah dibahas. Mungkin ini untuk para kader juga perlu dipahami. (Kutipan hal. 20)
6.  PARTISIPASI POLITIK
Pada zaman Bung Karno dulu politik adalah panglima. Jika kita berbicara di tingkat realitas, justru memang politik itu adalah panglima. Definisi politik itu sebenarnya: politics is who gets what, when, and how (politik itu siapa dapat apa, kapan, dan bagaimana).
Cuma karena kita orang beriman, kita tambah dengan why. Karena hal ini merupakan niat,innamal a’malu bin niyat. Politik itu sebenarnya adalah alokator dari segenap keperluan hidup manusia, dengan keputusan modern.
Membangun itu bukan keputusan ekonomi, itu keputusan politik. Kita biarkan atau kita awasi kegiatan Zending (Kristenisasi) orang-orang asing, itu politik. Kita mau meminjam uang IMF atau Bank Dunia, itu politik.
Mengapa HPH yang sekian ratus hektar itu kita berikan si fulan dan bukan si fulan? Sekarang Papua ingin merdeka, itu juga merupakan political decision. Menghadapinya bukan dengan Tahlilan atau doa bersama; tapi juga dengan liku-liku aksi politik.
Pada waktu reformasi, hanya dengan dua atau tiga partai yang mulai berbicara di tingkat power sharing, kita bisa mendudukkan tiga anggota Muhammadiyah menjadi Menteri Pendidikan, Pak Yahya Muhaimin, Malik Fadjar, dan Bambang Soedibyo.
Tetapi sekarang untuk mendapatkan uang ratusan juta saja, kita ini berat? Karena apa? Karena politik itu alokasi, alokasi APBN, alokasi apapun itu namanya politik.    
Saya ingin mengatakan, bahwa di lembar abad kedua ini kita perlu menambah wawasan kita. Apa yang sudah kita warisi dalam hal education and health terus kita tambah, tapi kita juga harus melakukan pencak silat politik, karena Islam itu kaffah.
Kita diberi Allah untuk memperkuat dunia kita ini, supaya kita di waktu mendatang bisa bersyukur dan berbahagia, bahwa Muhammadiyah itu semakin kuat, tidak lagi pinggiran.
Saya ingin Muhammadiyah tidak lagi marginal, tidak di peran pinggiran, tidak lagi menjadi penonton, tapi harus di tengah. Bukan hanya penonton, tetapi Muhammadiyah itu harus memegang kanvas, ikut melukis masa depan Indonesia.
Kalau kita ikut melukiskan, paling tidak kalau terlalu merah bisa ikut kita mudakan (warnanya), terlalu kuning bisa kita agak dekatkan ke hijau warna Islam.
Atau kalau memegang pahat, bisa ikut mengukir bersama anak bangsa yang lain, untuk masa depan negeri kita ini. Tetapi jika hanya menonton, maaf hanya plonga-plongo, maka akan sangat menyakitkan. (Kutipan hal. 20-21)
7.  MENGAMBIL ORANG KAFIR SEBAGAI PEMIMPIN
Pertama-tama, kita harus mencamkan, bahwa kita ini anak-cucunya Nabi Ibrahim, anak cucunya Nabi Adam, dan sebagai pewarisnya, (kita) jangan sampai tidak punya keinginan untuk memegang imamah.
Jadi pemimpin umat manusia yang beragama Kristen, Katolik, Kong Hu Chu, Nasrani, Zoroaster, PKI, dan lain sebagainya itu; pemimpinnya seharusnya orang beriman. Tetapi (janji Allah tentang imamah pada Surat Al Baqarah 124) tidak pernah sampai, tidak pernah mengenai orang-orang yang masih zalim.
Orang zalim itu orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri, sudah tahu korupsi itu tidak boleh, malah nekat; sudah tahu bohong itu gak boleh, malah nekat.
Bahwa kepemimpinan ini amat sangat penting. Kalau menurut saya, dari Al Qur’an itu orang beriman menjadi imaman lil muttaqin dan imaman lin naas (lihat Surat Al Furqan: 74).
Nah sekarang saya beritahu, kesalahan fatal umat Islam di muka bumi, kesalahan fatal UII (Umat Islam Indonesia), kesalahan fatal umat Muhammadiyah, barangkali karena tidak memperhatikan pesan-pesan Al Qur’an.
Allah berfirman: “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al Maa’idah: 51)
(Jangan menjadikan Yahudi dan Nasrani) tempat berlabuhmu, tempat bersandarmu, tempat referensimu. Yahudi dan Nasrani itu sokong-menyokong untuk menggencet orang Islam. Itu sudah jelas untuk menghancurkan umat Islam.
Saya sudah menjelajah dunia Islam ini, saya sudah dari Malaysia sampai Merauke, dari Thailand sampai Uzbekistan, kesalahannya mereka juga tidak menyimak pesan Al Qur’an itu.
Arab Saudi itu masih adem ayem kalau sama Amerika. “Itulah sekutu kami.” Padahal itu kan Yahudi dan Nasrani, sehingga ini yang menyebabkan kita tidak bisa kuat.
Pukulan telak dan kesalahan fatal, yaitu ketika Jokowi dan Ahok itu menang menjadi Gubernur DKI. Ini membuat saya agak resah, sampai mungkin tidak bisa tidur dua atau tiga malam. Karena saya tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. (Kutipan hal. 21).
 8.  TANGGUNG-JAWAB KEBANGSAAN
Kalau kita melihat Al Qur’an, kita tidak boleh menjadi pupuk bawang, jadilah lokomotif. Syuhada ‘alannaas. Syuhada itu orang di depan, jadi referensi, jadi teladan, jadi contoh, di depan. Sebab tidak mungkin syuhada kok di kanan atau di kiri. Syuhada itu selalu di depan.
Bagaimanapun seandainya kalian tahu jeroan-nya Indonesia ini, umat Islam itu betul-betul hanya hanya jadi penonton. Perbankan, pertambangan, perkebunan, pertanian, kehutanan, dikuasai dan digenggam oleh mereka (orang kafir). Umat Islam ini hanya diberi remah-remah kecil, tapi yang the big goal, the biggest share, itu mereka yang genggam.
Kita ini di samping sebagai kader yang memiliki kadar Islam dan niat yang mendalam, tapi sebagai orang yang hidup di suatu bangsa, tidak ada salahnya kita juga punya semangat wathoniyah, kebangsaan, atau ketanahairan. Pandu kita bernama Hizbul Wathan, partainya tanah air. 
Kata Hasan Al Bana, wathoniyah itu sesuatu panggilan yang sangat alami. Wathoniyah itu adalah sesuatu yang naluriah.
Nabi itu ketika hijrah ke Madinah, betul-betul ingin kembali ke tumpah darahnya, kembali ke Mekkah. Kembali ke masa muda, kembali ke masa kecil, itu sesuatu yang sangat alami.
Di sini saya berbeda dengan orang-orang ekstrim itu, bahwa “kebangsaan itu taghut, Islam itu menyeluruh, tidak usah ada kebangsaan. Jadi negara bubarkan saja, tidak perlu ada negara, Khilafah Islamiyah saja”.
Tapi itu kan hanya dalam imagination, kenyataannya tidak ada. Tapi dalam kebangsaan ini, saya wanti-wanti, bahwa kebangsaan itu sesuatu yang alami acceptable, dapat kita terima; tetapi dalam hal kepemimpinan bangsa, kita tidak boleh main-main. Apalagi kemudian kita serahkan (kepemimpinan) kepada orang-orang yang laisa min hum (bukan golongan Islam).
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan teman kepercayaanmu orang-orang dari luar kalanganmu, (karena) mereka tak henti-hentinya menimbulkan kemadharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka, adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (Ali Imran: 118)
Jadi masalah leadership itu sesuatu yang sentral. Kita cinta negeri ini, kita cinta bangsa kita, kita cinta tanah air kita. Kemudian yang penting adalah mengupayakan, bagaimana agar pimpinan itu ada pada kita, sehingga bangsa ini enlighten, disinari oleh agama Islam. (Kutipan hal. 22)
9.   MISSI MENEGAKKAN KEADILAN
Kemudian yang menyukai politik, yang memang terampil, biarlah masuk ke sana. Diharapkan mereka tidak kagetan, tidak gumunan, dan tidak gampang terjungkal hanya karena gebyar kilau dunia. Dalam hal ini ada cerita ringan.
Golkar itu dulu anak didiknya Pak Harto, jadi teman-teman Golkar dengan KKN itu lumayan dekat. Tapi Golkar itu mengelus dada melihat partai Islam (?) yang lebih pintar dan lebih ngawur dalam korupsi.
Saya lima tahun di MPR, teman-teman (Golkar) berkata, “Pak Amin, kami kalah Pak. Jam terbang kami sudah tiga dasawarsa, ini baru tiga tahun sudah luar biasa.” (Orang Golkar 30 tahunan korupsi dengan cara-cara yang “sopan”, tapi orang zaman reformasi baru 3 tahun memimpin cara korupsinya seperti orang kesetanan).
Kita punya kebangsaan yang harus kita kembangkan jadi kepemimpinan. Jangan lupa, dalam kebangsaan itu pun seluruh nilai Islam harus dimasukkan. Kita ini punya semboyan Amar Makruf Nahi Munkar. Itu bagus, tapi belum cukup.It is just good, but not good  enough.
Di samping Amar Makruf Nahi Munkar, kita juga (perlu) mengembangkan Ya’muru bil ‘Adli wa Nahyu ‘aniz Zulmi (memerintahkan berbuat adil, mencegah kezhaliman).
Samakah orang yang jadi budak tadi itu, yang tergantung pada bangsanya itu dengan orang yang menegakkan keadilan dan dia berada di jalan yang lurus?
Kalau Allah SWT memerintahkan orang beriman menegakkan keadilan, tentu sisi yang lain, adalah mencegah kezaliman. Syirik sendiri disebut kezaliman yang teramat besar.  
Muhammadiyah yang besar ini (perlu) memantau dari Papua sampai Aceh, kira-kira mana saja yang ada potongan jahitan yang bisa masuk ke gelanggang politik. Karena itu penting jangan jangan sampai ditinggalkan.
Kalau kita tidak masuk ke situ, kita seperti anak yatim piatu. Kita mau buat apapun, kalau payung politiknya tidak ramah, serba tidak bisa. Seperti Muhammadiyah di Bangkalan itu, tidak pernah bisa mengadakan Isra’ Mi’raj bersama-sama di gedung, karena (diganjal) bupati, sekda, dan lain-lain.
Dulu pernah ada menteri (pendidikan) namanya Daoed Joesoef. Waktu itu ada ratusan dosen yang mau (sekolah) ke luar negeri. Asal namanya Islam, dicoret. Walaupun tidak shalat, minum arak, kalau namanya Islam ya dihabisi. Seperti salah seorang kawan saya bernama Amirudin.    
Dulu karena kita tidak punya kekuatan politik, siswa SMA negeri yang memakai jilbab diundang kepala sekolahnya, disuruh lepas jilbab atau keluar. Sekarang kalau ada seperti itu, tentu kepala sekolahnya yang disuruh keluar, karena sudah tidak zamannya lagi (melarang siswi sekolah memakai jilbab). 
Dalam hal kebangsaan itu, memang harus cerdas dan selalu berpegang kepada Al Qur’an. Dan kita menghadapinya dengan optimis. Semoga Muhammadiyah abad kedua ini tidak lagi di pinggir, tapi di mainstream. Tidak lagi tangan di bawah, tetapi tangan di atas. Kalau kita kuat, kita akan menghidupi banyak orang. SELESAI. (Kutipan hal. 22-23) 
Catatan penyunting:
Tidak semua pernyataan dikutip, karena teks aslinya cukup panjang dan mempertimbangkan urgensinya. Tanda kurung dan judul tematik dari penyunting, biar lebih mudah memahami. Bagian-bagian yang isinya satu tema disatukan meski posisi agak berjauhan. Bentuk percakapan bahasa daerah dan font Arabic ditiadakan, agar lebih praktis. Tulisan asli berjudul: Dialog Bersama Amien Rais, Kader Muhammadiyah di Pentas Politik; sumber ceramah Prof.Dr. H. Amien Rais dalam acara dialog kader bertema “Rapat Kerja dan Dialog Pengkaderan” di Yogyakarta pada 23-24 Februari 2013. Teks asli disusun berdasarkan transkrip ceramah oleh redaksi media, NS.


Penyunting: Abdul Hanif Fadhli, Jakarta.