Cari Blog Ini

Senin, 27 Januari 2014

The Living Platform

Pada tulisan terdahulu kita mengupas tentang Menghidup-hidupi partai menjadi partai yang hidup. Dalam istilah jawa: Urip sing urup. Kata urup biasanya dilekatkan pada api (gheni-jawa) yang membara, perumpamaan semangat yang menyala. Penulis terdorong untuk melanjutkan pembahasan tentang “menghidupkan” partai oleh berbagai tanggapan yang menginspirasi dan mencerahkan yang dikirim pembaca lewat email maupun pesan singkat. Beberapa diskusi kecilpun berlanjut.
Saudaraku yang budiman, untuk dapat menghentakkan kesadaran kita tentang makna penting suatu keteladanan kita perlu bertanya kepada diri kita masing-masing: Sudah berapa lama saya menjadi kader PAN? Sudah berapa tahun saya menjadi pengurus PAN? Sudah berapa periode saya menjadi anggota dewan dari PAN? Sudah berapa periode saya diamanati menjadi bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, gubernur/wakil gubernur, menteri- dll-nya karena jasa (dorongan) PAN? Pertanyaan itu enteng, namun memerlukan kejujuran nurani untuk menjawabnya.
Betapapun nuranilah yang akan mengklasifikasi setiap jawaban yang timbul dari lubuk hati. Lantas seberapa berat timbangan aktifitas kita yang telah kita curahkan untuk “membayar” jasa ke Partai yang telah mendorong/mengantar kita sampai ke tempat sekarang ini. Tempat lebih tepat bukan saja kemewahan dalam  jabatan dan materi . Adakah kita mendapatkan apa saja karena jasa partai ini, sekecil apapun: pengalaman, nama baik, ketenaran, persahabatan, peluang dan kesempatan, kemudahan?? Semakin besar karena jasa partai kita mendapatkan itu semua semakin besar pula kerja, semangat pengabdian dan loyalitas yang mesti kita persembahkan pada partai…
Dalam setiap kata yang terangkai menjadi kalimat-kalimat di Platform partai kita, semuanya adalah tujuan adiluhung yang mesti kita wujudkan bersama. Kita tidak bisa mewujudkannya sendiri-platform partai adalah kumpulan visi, misi dan cita-cita bersama. Marilah kita ambil satu, dua, tiga atau seberapapun yang kita mampu lekatkan ke dalam penjiwaan dan langkah fisik kita, diperas, dikristalkan menjadi nilai hidup yang mewujud dalam berpartai, dalam mengisi setiap kekosongan dan kebutuhan bagi organisasi dan bangsa ini. 
The Living Platform (prototype orang PAN) tak bisa hanya mewujud pada satu orang. Sekarang kita punya para senior seperti (mohon maaf tak menuliskan nama gelar atau sebutan kehormatan: Bapak dll)  Amien Rais, A.M Fatwa, Albert Hasibuan, Miranti Abidin yang masih bersama kita menjadi The Living Platform. Kita juga punya Hatta Rajasa, Zulkifli Hasan, Taufik Kurniawan, Drajad Wibowo, Azwar Abubakar, Didik Rachbini, Tjatur Sapto Edy, Bara Hasibuan dan orang-orang yang tak muncul di publik dan mungkin dunia media tak mengenalnya, tapi sesungguhnya keteladannannya adalah perwujudan dari cita-cita PAN. Platform PAN adalah rumah Indonesia masa depan yang ingin kita bangun bersama-bukan sendiri-sendiri. Sudah saatnya kita memberikan jawaban tegas ketika ada pertanyaan: Siapa the living platform itu? Jawabannya: saya! Setiap kita yang sadar dan penuh semangat sebagai kader PAN. Kumpulan (saya) orang sebagai entitas keteladanan itulah the living platform.
Saudaraku, tak lama lagi kita akan menghadapi kerja besar: pemilu legislatif di semua jenjang. Sadarkah bila seluruh atribut (jabatan/kehormatan/materi) yang kita miliki saat ini karena kita orang PAN tak lagi berarti apa-apa ketika kita gagal pada pemilu legislatif 2014? Partai memanggil kita: kita sedang melawan “kutukan” tiga kali pemilu berturut-turut sebagai 5 besar parpol. Kita ingin 3 besar atau bahkan nomor satu…
Kita wajib “membayar” seimbang jasa yang telah kita dapatkan dari partai ini… (AS)