Cari Blog Ini

Sabtu, 07 September 2013

HATTA RAJASA, SOSOK SATRIO PINANDITO SINSIHAN WAHYU/09/02/hatta-rajasa-sosok-satrio-pinandito-sinsihan-wahyu/#sthash.NsWMSgGZ.dpuf

pan.or.id – Jakarta - Pengamat Kebudayaan dan peneliti dari Universitas Paramadina Jakarta, DR Herdi Sahrasad, mengatakan masyarakat Jawa saat ini terbelah pada keyakinan bahwa pemimpin yang akan muncul dari Pemilu Presiden 2014 mendatang bisa merupakan Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu. Kriteria itu mengerucut kepada sosok Hatta Rajasa.
Menurut Herdi, meski Indonesia sudah berada di alam modern, masih banyak kalangan Jawa yang mempercayai ramalan pujangga terkenal Jawa, Raden Ngabehi Ronggowarsito. Menurut ramalan tersebut, Tanah Nusantara akan dipimpin beberapa pemimpin besar.

Yang pertama, Nusantara akan dipimpin seorang tokoh pembebas, Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro, alias tokoh yang akrab dengan penjara. Setelah itu oleh Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar, atau pemimpin yang berharta dunia dan berwibawa, namun di akhir hayatnya dipersalahkan.
Dua ramalan itu terbukti mengacu kepada Ir Soekarno dan Soeharto sebagai pemimpin pertama dan kedua negeri ini. Ada pula ramalan tentang Satrio Jinumput Sumela Atur, yang hanya berkuasa sebentar pada masa jeda atau transisi, yang dinisbahkan kepada BJ Habibie.
“Ramalan seterusnya kemudian dinisbahkan kepada para pemimpin yang terpilih kemudian,” kata Herdi. Yang saat ini menjadi pemikiran kalangan itu adalah ramalan tentang Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu, atau pemimpin yang amat religius, yang akan senantiasa bertindak atas dasar hukum dan petunjuk Allah.
Sementara dalam katagori Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu sendiri, muncul dua orang tokoh, yakni Joko Widodo dan Hatta Rajasa. “Jokowi karena kuat memegang aturan, sementara Hatta dianggap mewakili figur itu karena sisi religiusitasnya yang kuat,” kata doktor sosiologi Islam itu.
Sebagaimana diketahui, Hatta yang dikenal sebagai sosok relijius di kabinet Indonesia Bersatu itu saat mahasiswa adalah seorang aktivis Masjid Salman ITB, masjid kampus yang berpengaruh tak hanya untuk Bandung melainkan Islam Indonesia.
Sementara berkenaan dengan kepemimpinan dan budaya Jawa, beberapa waktu lalu pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, mengatakan, dikotomi calon presiden dari Jawa dan non-Jawa sudah tak lagi relevan menentukan kemenangan pada Pemilu 2014.
“Kalau dulu, capres dari luar Jawa itu selalu diprediksi memiliki peluang yang kecil. Saat ini, semua itu tak lagi relevan,” kata Ari. Saat ini, kata Ari, masyarakat lebih banyak melihat kepada bukti nyata kiprah calon, daripada sekadar asal-usul capres.
Kini, kata dia, masyarakat sudah melihat faktor lain yakni kredibilitas serta kapabilitas capres sesuai rekam jejak yang dimiliki, selain faktor kejujuran serta keberpihakan terhadap rakyat.
Untuk membangun demokrasi yang sehat, menurut dia, dikotomi capres Jawa dan non-Jawa sudah selayaknya dihilangkan. Sebab, selain tidak terkait dengan pembangunan dan kesejahteraan bangsa, justru dapat berpotensi memicu disintegrasi.
“Walaupun pemilih dari Pulau Jawa bisa dikatakan lebih banyak dibanding daerah lainnya, namun sebaiknya orientasi memilih tetap harus didasarkan pada sisi objektivitas yang melekat pada capres,” katanya.
Dengan begitu dalam percaturan politik pada Pemilu 2014, menurut dia, capres yang berasal dari Jawa maupun luar Jawa akan memiliki porsi yang sama dalam bersaing.
Sumber (Republika.co.id)
- See more at: http://pan.or.id/2013/09/02/hatta-rajasa-sosok-satrio-pinandito-sinsihan-wahyu/#sthash.NsWMSgGZ.dpuf

Jumat, 06 September 2013

12 Kades Dapat Penyuluhan Pajak

Jumat, 06 September 2013 00:40 WIB
JATINANGOR (GM) - Sebanyak 12 kepala desa (kades) dan puluhan aparat pemerintahan desa se-Kecamatan Jatina-ngor, Kab. Sumedang, Kamis (6/9), mendapatkan penyuluhan dari pihak Kecamatan Jatinangor, terkait program pelayanan bidang dana bagi hasil (DBH) pajak daerah, retribusi, dan alokasi dana desa (ADD) dengan mengambil tempat di kantor Kecamatan Jatinangor.

Camat Jatinangor, Bambang Rianto melalui Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Juni Sujatnika, kepada wartawan di ruang kerjanya, mengatakan, pembinaan dilakukan lagsung seksi pemberdayaan masyarakat desa (PMD). Mereka digembleng dan diberi wawasan dengan harapan tertanam sikap terbuka dan transparan dalam semua program atau kegiatan untuk kepentingan warga.

"Sudah menjadi kewajiban kami dalam melakukan pembinaan kepada mereka. Pembinaan itu tentu saja dalam bidang apa pun supaya meningkatkan potensi desa," terangnya.

Pembinaan lainnya, katanya, di antaranya terkait peraturan-peraturan normatif yang sudah ada undang-undangnya. Dengan begitu, mereka bisa memahaminya sehingga bisa direalisasikan dengan tepat.

"Sehingga setelah dibina, langkah mereka sejak dari pengajuan, pengalokasian sampai dengan laporan pertanggungjawaban akan sesuai aturan," terangnya.

(B.115)**

Pencalonan Hatta Rajasa Sudah Final

Sindonews.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN) Bara Krishna Hasibuan mengatakan, Hatta Rajasa sebagai calon presiden (capres) dari PAN merupakan keputusan final.

Bara menjelaskan, hal itu didasarkan hingga April 2014 mendatang, PAN tidak akan mengadakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas).

"Keputusan Pak Hatta itu melalui rakernas jika ingin mengubah atau meninjau kembali juga melalui rakernas. Kita tidak akan rakernas hingga April 2014 mendatang," katanya, saat dihubungi KORAN SINDO, Selasa (27/8/2013) malam.

Menurutnya, saat ini PAN lebih terfokus pada pemilihan legislatif (pileg) mendatang dibanding dengan pemilihan presiden (pilpres). Pasalnya, jika dapat meraih suara yang baik di pileg, tentunya akan memuluskan jalan Hatta sebagai capres.

"Hasil pileg akan menentukan kekuatan partai-partai dalam pemilihan presiden. Jadi kita tidak perlu memusingkan soal pemilihan presiden. Karena fokusnya adalah supaya kita mendapatkan presentase yang signifikan pada pemilu legislatif," ucapnya.

Dia mengatakan, PAN memliki target dua digit dalam pileg mendatang. Strategi PAN untuk menaikan elektabiltas Hatta, PAN akan menunjukkan kepada rakyat bahwa dia adalah sosok yang memiliki program dan visi yang jelas.

Ditanyakan elektabitas PAN yang tak cukup baik. Bara mengatakan bahwa hal tersebut dapat berubah. Menurutnya, selama reformasi ini tidak ada kekuatan politik yang betul-betul dominan atau menang mayoritas secara mutlak dalam pemilihan legislatif.

"Trend ini kemungkinan akan terus terjadi dalam 2014. Jadi setelah pemilihan legislatif akan membentuk koalisi tetapi keputusannnya bagaimana nanti kita lihat perkembangannya," tandasnya.

(maf)

Waspadai Pemilih Hantu

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad Wibowo menyatakan, dari sisi niat baik, rencana Daftar Pemilih Khusus (DPK) sangat bagus karena menunjukkan niat baik agar semua orang yang mempunyai hak pilih bisa memilih dalam pemilu.
"Mereka yang namanya hilang bisa mendaftarkan diri. Namun di sisi lain, ini membuktikan kelemahan dan kerawanan DPT (daftar pemilih tetap). Kelemahannya,  karena meski sudah ada data BPS dan e-KTP tetap saja negara tidak sanggup mendata dengan akurat data kependudukan yang paling mendasar, yaitu tempat tinggal, migrasi keluar, migrasi masuk dan meninggal," ujar Dradjad Wibowo, Rabu (4/9/2013). 
Belum lagi, lanjut Dradjad,  buruknya citra parpol dan politisi. Kelemahan ini menurutnya bisa membuat golput tinggi  dalam pemilu 2014. Masyarakat  akan malas mengecek apakah namanya ada dalam DPT atau tidak. Di sisi lain, juga mengundang kerawanan manipulasi suara.
Data yang tidak akurat, Dradjad menegaskan, akan memperbanyak kertas suara tidak terpakai yang bisa dicobolosi sendiri oleh oknum tertentu. Di perkotaan saja bisa terjadi, apalagi di daerah yang lebih jauh. Karena negara tidak mampu mengatasi hal itu. Parpol dan caleg harus proaktif agar tidak dicurangi.
"Saya sendiri sudah meminta kepada caleg PAN untuk proaktif meminta DPT dan mengecek apakah pemilih yang sudah berkomunikasi dengannya benar-benar ada dalam DPT. Selain itu untuk mengecek di setiap TPS jangan sampai ada pemilih hantu. Yaitu, namanya ada dalam DPT, orangnya tidak ada, tapi suaranya ada seperti terlihat dari jumlah kertas suara di TPS," urainya. 
Kelemahan dalam DPT ini, Dradjad menegaskan kembali, memang menambah mahal biaya politik bagi parpol dan caleg.