TEMPO.CO , Jakarta:Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat meminta Mahkamah Konstitusi menahan diri jika ada yang mengajukan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua UU Mahkamah Konstitusi. MK diminta menunjukkan sikap kenegarawanan jika ada permohonan uji materi atas peraturan ini.
"Ini
ujian kenegarawanan jika MK masih mengadili dirinya sendiri," kata
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Tjatur Sapto Edy saat dihubungi, Sabtu, 19
Oktober 2013. Dia mengingatkan, hakim mempunyai kode etik untuk
mengadili perkara yang menyangkut sanak keluarga. "Apalagi hakim menguji
aturan yang mengatur dirinya sendiri," kata dia.
Politikus
Partai Amanat Nasional ini meminta menahan diri untuk tidak menguji
peraturan yang mengatur mengenai Mahkamah Konstitusi. Dia berkaca pada
pengalaman ketika MK memutus uji materi terkait pengawasan hakim
konstitusi oleh Komisi Yudisial. Dia memahami, tidak ada larangan bagi
MK untuk menguji aturan yang mengatur lembaganya. "Tapi jika tetap
dilakukan, ini kurang berhasil dari sisi kenegarawanan," kata dia.
Tjatur
menuturkan, Komisi Hukum juga berencana membedah Perpu MK usai masa
reses yakni akhir November atau awal Desember 2013. Menurut dia, Komisi
Hukum akan serius mencermati apakah peraturan ini bermuatan politis atau
memang untuk kepentingan MK. Namun politikus Partai Amanat Nasional ini
mengatakan, ketentuan bagaimana mengawasi MK sudah menjadi kegelisahan
politikus Senayan sejak lama. "Jika melihat substansinya, ini menjadi
pikiran teman-teman DPR," kata dia.
Kamis 17 Oktober 2013 lalu,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang terkait dengan Mahkamah Konstitusi. Dalam
sejumlah pasal, pemerintah memasukkan peran penting dari KY dalam
perekrutan dan pengawasan hakim MK. Hakim yang diajukan ke presiden, MA
atau DPR mesti menjalani uji kelayakan dari panel ahli.
Panel
ahli terdiri dari sejumlah elemen misalnya, MA, DPR, lembaga presiden
dan empat tokoh pilhan KY. Tokoh dari KY ini harus berdasarkan usulan
masyarakat yang terdiri dari mantan hakim konstitusi, tokoh masyarakat,
akademisi dan praktisi hukum. Pemerintah juga membentuk Majelis
Kehormatan Hakim yang bersifat permanen.
WAYAN AGUS PURNOMO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar