Cari Blog Ini

Jumat, 18 November 2011

Kekerasan di Masyarakat

faktor apakah yang mendorong timbulnya kekerasan di masyarakat?
Secara sederhana, kekerasan antara dua atau lebih pihak disebabkan oleh kepentingan bersama (common interets) dari pihak berkepentingan yang tidak terakomodasi.
Kekerasan (violence) tumbuh karena tingkat ekspektasi tidak sejalan dengan realitas yang dialami. Karena frustrasi dan deprivasi di masyarakat serta tidak ditemukan saluran formalnya, maka bentrokan terjadi. Kesenjangan ekonomi dan hak politik ikut mendorong massa yang telah mengklaim sebuah ideologi-agama atau politik-sebagai miliknya yang benar, lalu bertindak anarkis.

Para teoretisi faham kontemporer semisal Kaplan dan Lasswell menjustifikasi adanya korelasi antara harapan massa, tingkat kesadaran nilai, dan instabilitas politik sebagai dominat factors munculnya kekerasan. Kekerasan dapat mengambil bentuk struktural dan personal. Kekerasan struktural bersifat statis tidak kelihatan dan terkesan stabil. Sebaliknya, kekerasan personal bersifat dinamis, terjadi fluktuasi yang berakibat terjadinya perubahan. Kekerasan personal akan menjadi perhatian publik di masyarakat yang statis, sedangkan kekerasan struktural dianggap wajar. Paradoks dengan itu, dalam masyarakat dinamis, kekerasan struktural akan lebih mudah dipantau dan kekerasan personal dianggap membahayakan.

Setiap kali terjadi tindakan kekerasan, pihak yang selalu disalahkan adalah pelaku, dan tidak lazim pemerintah mengafirmasi, kekerasan itu sebagai tanggung jawab, atau bagian dari kelemahan sistem politik, ketidakberdayaan SDM dan ekonomi mayoritas masyarakat Indonesia. Salah satu faktor yang perlu diperhitungkan dalam setiap kekerasan (termasuk saat kampanye) adalah menganalisis tingkat kemakmuran dan keterampilan masyarakat.

Rendahnya mutu kehidupan dan tingkat pendidikan berdampak pada persepsi mereka tentang kehidupan berpolitik, atau proses pembangunan demokrasi, apalagi dalam masa transisi sekarang.
Tali-temali antara kedewasaan berpolitik dan respons terhadap aktivitas kampanye menjadi destruktif, saat budaya KKN merajalela, tingkat pengangguran kian tinggi, pencalonan politisi busuk, penggunaan ijazah palsu oleh para caleg, dan kepercayaan kepada politisi mencapai titik nadir.

Faktor-faktor ini di negara berkembang sering dipandang sepele karena massa pendukung dapat "dibeli" dengan janji dan uang. Karena politisi membutuhkan pendukung dan massa tidak memiliki pilihan (hidup), maka mode of bargaining serupa gampang diperjualbelikan. Praktik money politic mengindikasikan lemahnya sistem politik yang berlalu, rendahnya pemahaman berpolitik juga bukti kelemahan negara, akibatnya massa mudah terpicu melakukan tindak anarkis meski oleh isu lokal sekalipun.

Inilah yang terjadi di negara kita sekarang, dan pertanyaan besarnya adalah : " apakah kita termasuk kedalam salahsatu diantaranya?"

mari kita merenung dengan apa yang telah kita lakukan????

Tidak ada komentar:

Posting Komentar